Purbaya Sentil Utang Whoosh, Kalau Rugi Jangan Ditanggung Pemerintah

Purbaya Sentil Utang Whoosh, Kalau Rugi Jangan Ditanggung Pemerintah

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung harus dikelola secara profesional oleh badan usaha yang terlibat, tanpa melibatkan dana publik. Hal tersebut dikatakannya saat merespon usulan Danantara soal restrukturisasi utang  PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ditanggung APBN.

“KCIC di bawah Danantara kan ya. Seharusnya mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri, rata-rata setahun bisa dapat Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ, jangan sampai kita lagi,” kata Purbaya dalam Zoom Meeting bersama wartawan pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Purbaya menegaskan pemerintah ingin mengakhiri praktik yang membuat negara menanggung risiko dari proyek komersial. Menurutnya, peran antara entitas bisnis dan pemerintah perlu dipisah agar risiko finansial tidak kembali ditanggung negara




“Jangan kalau untung swasta, kalau rugi pemerintah. Itu yang mau kita ubah,” ujarnya.

Sebelumnya Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto juga memastikan pemerintah sama sekali tidak memiliki utang dalam proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tersebut.

“Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu kan business to business, jadi untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu tidak ada utang pemerintah. Tidak ada utang pemerintah, karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan Cina (KCIC), di mana konsorsium Indonesianya dimiliki oleh PT KAI,” kata Suminto di Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 10 Oktober 2025

Kereta Cepat Jakarta-Bandung digarap oleh KCIC, perusahaan patungan antara konsorsium BUMN dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China. Skema pembiayaannya murni berbasis bisnis dengan porsi kepemilikan 60 persen oleh Indonesia melalui Pilar Sinergi Indonesia, yang terdiri atas PT KAI, Wijaya Karya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara, serta 40 persen oleh pihak Tiongkok. 

Sumber: RMOL 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita