Kasus Korupsi Haji Bikin PBNU Panas Dingin, Gus Fahrur Desak KPK Sebutkan Nama Tersangka Biar Jelas

Kasus Korupsi Haji Bikin PBNU Panas Dingin, Gus Fahrur Desak KPK Sebutkan Nama Tersangka Biar Jelas

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Kasus Korupsi Haji Bikin PBNU Panas Dingin, Gus Fahrur Desak KPK Sebutkan Nama Tersangka Biar Jelas

GELORA.CO -
Saat ini publik sedang menyoroti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Sebab, ormas keagamaan terbesar di Indonesia itu disebut-sebut tersangkut pada kasus dugaan korupsi kuota haji periode 2023-2024.

Sebab, KPK telah memeriksa eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Yaqut Cholil sendiri tak lain adalah adik kandung Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf.

Terkait hal ini, PBNU pun bereaksi, membantah pihaknya disebut-sebut menerima aliran dana dari kasus korupsi kuota haji ini.

Kasus korupsi kuota haji merupakan salah satu skandal besar yang melibatkan pejabat tinggi Kementerian Agama dan sejumlah pihak swasta.

Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi alias Gus Fahrur meminta agar KPK segera mengumumkan nama tersangka yang memang terlibat dalam kasus itu, bukan secara institusi.

"Ya. Saya sudah ada statement membantah keras berita terkait aliran dana haji ke PBNU dan meminta KPK melakukan klarifikasi agar jelas, disebutkan saja nama tersangkut agar tidak menjadi fitnah," kata Gus Fahrur dikutip dari Tribunnews.com.

"Secara organisasi sudah saya cek tidak ada kaitan dana tersebut ke bendahara PBNU," imbuhnya.

Gus Fahrur mengatakan pernyataan yang dilontarkan pihak KPK soal hal tersebut yang tidak diikuti langkah hukum yang konkret justru menimbulkan kerugian yang besar.

"Pertama, kerugian reputasi bagi institusi yang disebut-sebut, baik Kementerian Agama, organisasi keagamaan tertentu, maupun individu-individu yang namanya diseret," ucapnya. 

"Kedua, kerugian bagi masyarakat luas yang membutuhkan kepastian hukum," imbuhnya.

Menurutnya, dalam perspektif hukum, ada asas due process of law yang menuntut adanya keadilan prosedural, termasuk hak-hak setiap orang yang disebut dalam dugaan perkara. 

Gus Fahrur mengatakan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

"Jika seseorang atau institusi sudah diseret ke ruang publik, tetapi tidak segera dibawa ke pengadilan, maka hak atas kepastian hukum itu dilanggar," katanya. 

"Proses penyidikan yang terlalu lama justru bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP maupun asas peradilan modern," lajut Gus Fahrur.

Dia pun mempertanyakan soal lamanya KPK mengambil keputusan hukum dalam kasus tersebut apakah lantaran alat bukti yang dikumpulkan menimbulkan keraguan atau ada faktor lain.

"Jika bukti belum cukup, maka seharusnya tidak ada pernyataan publik yang mengaitkan pihak tertentu dengan dugaan korupsi," jelasnya.

"Dalam konteks penegakan hukum korupsi, keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga soal menjamin hak-hak pihak yang dituduh," imbuhnya. 

"Mereka yang dituduh berhak untuk segera disidangkan agar bisa membela diri di hadapan hakim yang independen," sambungnya.

Sehingga, Gus Fahrur meminta agar KPK secara tegas menyebut nama-nama yang terlibat agar tak merusak citra institusi tertentu.

"Kondisi ini sangat berbahaya, karena opini publik yang terbentuk bisa lebih kuat daripada fakta hukum," ujarnya. 

"Akibatnya, meskipun nantinya tidak terbukti bersalah, citra individu maupun institusi yang terlanjur diberitakan akan tetap rusak di mata masyarakat," tegasnya.

Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Imron Rosyadi Hamid juga meminta agar KPK segera mengumumkan tersangka dalam kasus tersebut sesuai bukti yang ada.

"Untuk menghindari terus berkembangnya berita-berita yang kurang baik dan seolah-olah PBNU secara kelembagaan terlibat, maka sebaiknya KPK segera mengumumkan siapa tersangkanya dalam kasus kuota haji ini," tegasnya.

Untuk informasi, KPK mengungkap tengah menelusuri dugaan aliran dana korupsi kuota haji 2023-2024 ke organisasi masyarakat keagamaan, termasuk PBNU.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan penyidik sedang menjalankan metode follow the money untuk melacak ke mana saja uang hasil korupsi tersebut mengalir.

Dia menjelaskan, penelusuran ke organisasi masyarakat keagamaan seperti PBNU dilakukan karena penyelenggaraan ibadah haji turut melibatkan ormas.

"Tentunya bukan dalam artian kami mendiskreditkan salah satu organisasi keagamaan tersebut, tidak. Karena kami diberikan kewajiban untuk melakukan asset recovery (pemulihan kerugian keuangan negara)," kata Asep dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/9/2025).

KPK sendiri hingga saat ini belum secara resmi mengumumkan nama tersangka korupai kuota haji yang merugikan negara hingga Rp 1 triliun. 

Meski sinyal penetapan tersangka semakin kuat, pihak KPK meminta publik untuk bersabar.

Saat dikonfirmasi mengenai perkembangan penyidikan dan penetapan tersangka, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memberikan jawaban diplomatis. 

Ia menyatakan bahwa KPK pasti akan mengumumkan perkembangan signifikan kepada publik jika sudah waktunya.

"Jika sudah ada perkembangan penyidikan perkara ini, termasuk penetapan tersangkanya, kami tentu akan sampaikan," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (15/9/2025).

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan intensif. 

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, telah memberi sinyal kuat bahwa lembaga antirasuah itu sudah mengantongi nama-nama calon tersangka.

"Calonnya ya ada," kata Asep, Rabu (10/9/2025). 

"Dalam waktu dekat. Pokoknya dalam waktu dekat. Nanti dikabarkan ya. Pasti dikonperskan dalam waktu dekat," imbuhnya.

Penyidikan kasus ini telah mengarah pada dugaan keterlibatan pejabat tinggi di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024. 

Asep Guntur mengisyaratkan aliran dana korupsi ini mengalir secara sistematis dan berjenjang hingga ke "pucuk pimpinan" di kementerian tersebut.

"Pucuk ini kalau di direktorat, ujungnya, kan, direktur. Kalau di kedeputian, ujungnya ya deputi. Terus begitu, kan, seperti itu. Kalau di kementerian, ujungnya ya menteri," jelas Asep.

Untuk mendalami kasus ini, KPK telah mencegah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bepergian ke luar negeri. 

Yaqut Cholil Qoumas juga sudah diperiksa KPK hingga rumahnya digeledah.

Nizar Ali, Sekjen Kemenag dan Rektor UIN Semarang, Jateng juga diperiksa, termasuk Khalid Basalamah, pendakwah dan pemilik travel haji. 

KPK turut memanggil dan memeriksa staf PBNU dan AN Ditjen PHU Kemenag.

Dalam kasus ini KPK telah melakukan sejumlah penyitaan di antaranya uang 1,6 juta dolar AS (Rp 26 miliar), dua rumah mewah di Jakarta dan beberapa kendaraan dan bidang tanah.

Skandal ini berpusat pada penyelewengan pembagian 20.000 kuota haji tambahan. 

Kuota yang seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, diubah melalui Keputusan Menteri Agama (Kepmen) menjadi 50:50 atau masing-masing 10.000 kuota.

KPK menemukan bahwa Kepmen ini dijadikan "senjata" oleh agen travel untuk menjual kuota haji khusus kepada calon jemaah dengan harga tinggi, antara Rp300 juta hingga Rp400 juta, dengan iming-iming berangkat tanpa antre.

Untuk mendapatkan jatah kuota tersebut, agen travel diduga harus menyetor "uang komitmen" kepada oknum di Kemenag melalui asosiasi travel haji. 

Besaran setoran dipatok antara 2.600 hingga 10.000 dolar AS per kuota.

Akibat praktik ini, sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang seharusnya berangkat menjadi gagal.

Sumber: wartakota
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita