Poltekkes Cikarang Ingatkan Ancaman Kemarau Basah: Strategi Pencegahan Penyakit Menular

Poltekkes Cikarang Ingatkan Ancaman Kemarau Basah: Strategi Pencegahan Penyakit Menular

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, menghadapi ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat akibat fenomena kemarau basah yang melanda sepanjang 2025. Berbeda dengan kemarau kering biasa, kemarau basah ditandai dengan curah hujan tidak teratur meskipun suhu relatif tinggi, menciptakan lingkungan lembap yang ideal bagi patogen berkembang biak. Kondisi ini berpotensi memicu wabah penyakit menular seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria, dan demam berdarah dengue (DBD), yang dapat membebani sistem kesehatan setempat. Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Cikarang, sebagai lembaga pendidikan vokasi kesehatan terdepan di wilayah ini, mengingatkan warga untuk meningkatkan kewaspadaan melalui Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Direktur Poltekkes Cikarang, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menekankan, “Kemarau basah bukan hanya soal kekeringan, tapi lingkungan lembap yang memicu patogen. Kami ingatkan warga terapkan PHBS: cuci tangan rutin, jaga kebersihan air, dan pantau gejala dini untuk cegah epidemi lokal.”


Fenomena kemarau basah ini, yang diprediksi berlangsung hingga akhir 2025, telah menyebabkan genangan air sporadis di Bekasi, terutama di kawasan urban seperti Cikarang yang padat penduduk. Lingkungan lembap ini mempercepat pertumbuhan bakteri dan virus, dengan diare sebagai penyakit utama akibat air tidak bersih. Selain itu, ISPA meningkat karena polusi udara yang terperangkap di lapisan awan rendah, sementara malaria dan DBD berkembang akibat nyamuk Aedes aegypti yang bertelur di genangan kecil. Dampaknya tidak hanya fisik, tapi juga mental: ketidakpastian cuaca memicu stres dan kecemasan, terutama bagi keluarga yang bergantung pada pertanian dan pekerja harian di kawasan industri Cikarang.

Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Teten Kamaludin, menyoroti perlunya langkah strategis dari berbagai pihak. “Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya, dampak negatif dari fenomena ini diharapkan dapat diminimalkan. Kesadaran akan pentingnya mitigasi perubahan iklim dan upaya pencegahan penyakit menjadi kunci utama untuk menghadapi tantangan ini demi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bekasi,” katanya dikutip https://poltekkescikarang.id. Rekomendasi mencakup integrasi mitigasi iklim dalam kebijakan lokal, penguatan edukasi tentang kebersihan air dan lingkungan, serta peningkatan akses layanan kesehatan untuk penanganan cepat. Penyuluhan pencegahan penyakit menular dan perawatan kesehatan mental juga menjadi prioritas.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Alamsyah, mengingatkan masyarakat untuk menerapkan PHBS secara konsisten. “Selalu menjaga kebersihan lingkungan di sekitar kita,” ujarnya. Ia menyarankan mencuci tangan secara rutin menggunakan pembersih untuk membunuh bakteri, membuka jendela untuk sirkulasi udara, dan menjaga daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, istirahat cukup, serta olahraga teratur. “Kewaspadaan harus tetap kita jaga bersama. Dengan disiplin menerapkan PHBS, kita bisa lindungi diri dan orang di sekitar,” tambah Alamsyah.

Politeknik Kesehatan Kemenkes Cikarang merespons dengan mempercepat program pengabdian masyarakat. Melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL), 100 mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat turun ke 20 desa prioritas di Cikarang untuk edukasi PHBS, skrining dini ISPA, dan pemantauan kualitas air. Dr. Siti Nurhaliza menambahkan, “Kemarau basah ancam kesehatan dengan risiko epidemi. Mahasiswa kami edukasi warga tentang cuci tangan 40 detik dan rebus air minum, sekaligus pantau gejala seperti demam dan batuk. Ini selaras dengan Tri Dharma kami: pendidikan, penelitian, dan pengabdian.” Dampak awal: kesadaran PHBS naik 50 persen di desa sasaran, dengan penurunan kasus diare 15 persen sejak September 2025.

Ke depan, Poltekkes Cikarang rencanakan workshop bulanan untuk 300 kader desa, terintegrasi dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Dengan ingatan ini, Bekasi bukan lagi daerah rawan epidemi, tapi model pencegahan—untuk masyarakat sehat dan tangguh.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita