Setyo Budiyanto: KPK Tetap Tangani Kasus Korupsi di BUMN

Setyo Budiyanto: KPK Tetap Tangani Kasus Korupsi di BUMN

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tetap akan memproses hukum jika terjadi tindak pidana korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pasalnya, direksi hingga komisaris BUMN dianggap tetap sebagai penyelenggara negara. 

Ketua KPK, Setyo Budiyanto melihat ada beberapa ketentuan dalam UU 1/2025 tentang BUMN yang akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN.

Selain Pasal 9G, KPK juga menyoroti Pasal 4B UU BUMN yang menyebutkan bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta Pasal 4 Ayat 5 berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

"KPK menyatakan, Putusan MK nomor 48/PUU-XI/2013 dan nomor 62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan Putusan MK nomor 59/PUU-XVI/2018 dan nomor 26/PUU-XIX/ 2021 menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan," kata Setyo kepada wartawan, Rabu, 7 Mei 2025.

Dengan telah diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara.

"Sehingga segala pengaturan di bawah UUD tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK," tegas Setyo.

Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana dalam hal ini tindak pidana korupsi kepada direksi, komisaris, dan pengawas BUMN.

Hal tersebut dapat dilakukan sepanjang kerugian keuangan negara yang terjadi di BUMN terjadi akibat adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR) vide Pasal 3Y dan 9F UU BUMN, misalnya diakibatkan adanya fraud, suap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara, yang dilakukan oleh direksi, komisaris, atau pengawas BUMN.

"Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK yang dilakukan oleh direksi/komisaris/pengawas di BUMN, karena dalam konteks hukum pidana, status mereka tetap sebagai penyelenggara negara, dan kerugian yang terjadi di BUMN merupakan kerugian negara, sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR)," bebernya.

Hal tersebut juga sejalan dengan Pasal 11 Ayat 1 huruf a dan b UU 19/2019 tentang KPK, serta Putusan MK nomor 62/PUU-XVII/2019, di mana kata “dan/atau” dalam pasal tersebut dapat diartikan secara kumulatif maupun alternatif.

"Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya. KPK berpandangan bahwa penegakan hukum atas TPK di BUMN merupakan upaya untuk mendorong BUMN dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik  atau good corporate governance. Sehingga pengelolaan BUMN sebagai kepanjangan tangan negara yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai," pungkas Setyo.

Sumber: rmol
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita