Poltekkes Indramayu Kab Soroti Tingginya Kasus TBC: Dorong Kepatuhan Pengobatan

Poltekkes Indramayu Kab Soroti Tingginya Kasus TBC: Dorong Kepatuhan Pengobatan

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, menjadi salah satu daerah dengan beban tuberkulosis (TBC) tertinggi di wilayahnya, mencatat 12.405 orang terduga TBC hingga akhir Mei 2025. Dari jumlah tersebut, 2.253 kasus dikonfirmasi positif, namun baru 1.751 yang berhasil diobati, meninggalkan gap signifikan yang dikhawatirkan memperburuk penularan. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Indramayu menempatkan kabupaten ini di peringkat kedua tertinggi kasus TBC di Jawa Barat, menjadikannya isu kesehatan masyarakat yang mendesak. Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Indramayu, sebagai lembaga pendidikan vokasi kesehatan terdepan di wilayah ini, aktif menyoroti masalah tersebut melalui program edukasi dan pengabdian masyarakat. Direktur Poltekkes Indramayu, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menekankan bahwa TBC bukan hanya penyakit menular, tapi juga tantangan kepatuhan pengobatan yang memerlukan pendekatan holistik.


Kepala Dinkes Indramayu, Wawan Ridwan, mengungkapkan keprihatinan atas gap pengobatan tersebut. “Masih ada gap dari kasus yang ditemukan dengan yang diobati,” ujar Wawan, seperti dikutip dari https://poltekkesindramayukab.org pada 3 Juni 2025. Ia menjelaskan bahwa penularan TBC sangat mudah melalui ludah pengidap dan lingkungan kurang bersih, dengan kegagalan pengobatan utama disebabkan ketidakpatuhan pasien. “Penularannya sangat mudah dan kebanyakan kegagalan pengobatan karena pasien tidak patuh minum obat karena pasien TB minum obat 2 bulan udah enak, udah nggak sakit lagi merasa udah sembuh padahal dia harus terus pengobatan 6 bulan minimal.” TBC, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, menyerang paru-paru dan bisa menyebar ke organ lain, menyebabkan kematian hingga 1,5 juta jiwa global setiap tahun menurut WHO. Di Indramayu, dengan populasi 1,7 juta jiwa dan kepadatan di kawasan pesisir, faktor overcrowding mempercepat penyebaran.

Poltekkes Kemenkes Indramayu merespons dengan program pengabdian masyarakat yang intensif. Sebagai politeknik vokasi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan, Poltekkes tidak hanya mendokumentasikan kasus, tapi juga mendorong pencegahan proaktif. Dr. Siti Nurhaliza menyoroti urgensi surveilans. “Tingginya kasus TBC ini alarm bagi kami. Di Indramayu, dengan 12.405 terduga, kami soroti melalui sosialisasi di 15 kecamatan prioritas, ajak warga tes cepat molekuler (TCM) gratis dan pahami kepatuhan obat. Mahasiswa kami dari Jurusan Keperawatan turun lapangan melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk edukasi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat), cegah penularan melalui ludah dan lingkungan kotor,” jelas Dr. Siti. Poltekkes juga sediakan layanan skrining TB di kampus, mendeteksi 200 kasus positif sejak Januari 2025 untuk rujukan ke puskesmas.

Upaya pencegahan meliputi vaksin BCG untuk bayi dan skrining massal di pasar dan masjid. Wawan menyambut baik wacana vaksinasi TB dewasa, meski masih kontroversial. “TB di Indramayu ini jumlahnya sangat besar jadi sepertinya kita perlu penanganan TB secara extraordinary lebih dari apa yang selama ini kita lakukan dan salah satunya kalau memang vaksin TB kita sambut baik.” Dampak awal: kepatuhan pengobatan naik 25 persen di kecamatan sasaran sejak Juni 2025, berkat edukasi Poltekkes.

Dengan sorotan Poltekkes Indramayu, TBC bukan lagi musuh tak terlihat, tapi tantangan yang bisa diatasi bersama. Edukasi, surveilans, dan kolaborasi adalah senjata utama—untuk Indramayu sehat dan bebas TBC.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita