Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Bogor, dr. Adang Mulyana, menjelaskan bahwa lonjakan ini dipicu oleh curah hujan tinggi dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam PSN. “Kami sudah lakukan fogging di 50 desa prioritas, tapi fogging hanya bunuh nyamuk dewasa. Sarang jentik tetap ada jika warga tidak 3M Plus,” katanya, seperti dikutip dari https://poltekkescibinong.id. Tiga kematian terjadi pada anak usia 5–14 tahun, menunjukkan kelompok rentan masih jadi korban utama. Di Cibinong, dengan populasi 1,2 juta jiwa dan drainase buruk, kasus DBD naik 40 persen dibanding periode sama 2024.
Poltekkes Kemenkes Bogor merespons dengan mempercepat program pengabdian masyarakat. Sebagai politeknik vokasi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan, Poltekkes tidak hanya mendokumentasikan kasus, tapi juga mendorong pencegahan proaktif. Dr. Siti Nurhaliza menyoroti urgensi surveilans. “Lonjakan 550 kasus ini alarm bagi kami. Di Cibinong, dengan 92 kasus, kami soroti melalui sosialisasi di 20 RW prioritas, ajak warga uji jentik sendiri dan tabur abate. Mahasiswa kami dari Jurusan Kesehatan Lingkungan turun lapangan melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk edukasi 3M Plus dan demo cuci tangan pakai sabun,” jelas Dr. Siti. Poltekkes juga sediakan layanan skrining cepat DBD di kampus, mendeteksi 50 kasus positif sejak Januari 2025 untuk rujukan ke puskesmas.
Upaya pencegahan meliputi fogging massal dan program “Jumantik Cilik” di sekolah untuk libatkan anak-anak sebagai agen PSN. Dampak awal: kasus DBD turun 15 persen di RW sasaran sejak Maret 2025, berkat partisipasi masyarakat. Poltekkes rencanakan workshop bulanan untuk 300 kader RW pada 2026, terintegrasi dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Dengan sorotan Poltekkes Bogor, DBD bukan lagi musuh tak terlihat, tapi tantangan yang bisa diatasi bersama. Edukasi, surveilans, dan kolaborasi adalah senjata utama—untuk Bogor sehat dan lestari.
