Poltekkes Rangkasbitung Soroti Lonjakan Kasus HIV: Dorong Edukasi dan Pengobatan Dini

Poltekkes Rangkasbitung Soroti Lonjakan Kasus HIV: Dorong Edukasi dan Pengobatan Dini

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mencatat peningkatan kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mengkhawatirkan sepanjang 2024, dengan total 83 kasus positif yang tersebar di 25 kecamatan. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Lebak menunjukkan tren naik dari 185 kasus pada 2023, meskipun angka tahun ini masih lebih rendah. Kecamatan Rangkasbitung menjadi penyumbang terbesar dengan 11 kasus, diikuti Bayung Meka (8 kasas), dan Malingping (6 kasus). Lonjakan ini menjadi sorotan tajam dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Rangkasbitung, yang menyerukan peningkatan edukasi pencegahan, pengobatan dini, dan pengurangan stigma untuk memutus rantai penularan. Sebagai lembaga pendidikan vokasi kesehatan terdepan di wilayah ini, Poltekkes berkomitmen mendukung Dinkes Lebak melalui pelatihan mahasiswa dan program pengabdian masyarakat.


Plt Kepala Dinkes Lebak, Budhi Mulyanto, menjelaskan bahwa angka tinggi di Rangkasbitung disebabkan oleh faktor demografis dan akses fasilitas kesehatan yang lebih baik. “Rangkasbitung adalah pusat kota yang memiliki akses fasilitas kesehatan memadai, sehingga memudahkan identifikasi kasus,” ujar Budhi Mulyanto, seperti dikutip dari https://poltekkesrangkasbitung.org. Ia menambahkan bahwa meskipun kasus meningkat, ini justru mencerminkan surveilans yang lebih efektif, bukan epidemi baru. Namun, tantangan tetap ada: mayoritas kasus berusia 15–49 tahun, dengan penularan utama melalui hubungan seksual tidak aman (70 persen) dan jarum suntik (20 persen). Harapan Dinkes adalah menekan angka baru menjadi di bawah 100 kasus pada 2025 melalui terapi antiretroviral (ARV) gratis dan edukasi.

Poltekkes Kemenkes Rangkasbitung, dengan basis di pusat kecamatan yang menjadi hotspot kasus, merespons dengan program “Rangkasbitung Bebas Stigma HIV”. Direktur Poltekkes Rangkasbitung, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menyoroti bahwa lonjakan 83 kasus ini adalah alarm untuk aksi kolektif. “Kami soroti isu ini melalui sosialisasi di 15 desa prioritas, ajak warga tes VCT (Voluntary Counseling and Testing) gratis dan pahami bahwa HIV bisa dikelola dengan ARV. Mahasiswa kami dari Jurusan Kesehatan Masyarakat turun lapangan via Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk edukasi pencegahan, seperti gunakan kondom dan hindari jarum suntik bersama,” jelas Dr. Siti. Poltekkes juga sediakan layanan konseling pra dan pasca-tes di kampus, bekerja sama dengan RSUD dr. Adjidarmo dan RS Misi untuk distribusi ARV.

Rohmat, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular Dinkes Lebak, menambahkan bahwa penderita HIV harus disiplin konsumsi ARV untuk capai viral load tak terdeteksi. “Penderita HIV harus disiplin mengonsumsi obat Anti Retro Viral (ARV),” katanya. Dukungan lokal seperti bimbingan nutrisi dan pendidikan agama dari MUI Lebak juga krusial untuk hindari perilaku berisiko. Di Rangkasbitung, dengan populasi 150.000 jiwa dan mobilitas tinggi pekerja migran, Poltekkes rencanakan kampanye anti-stigma pada 2026, target 2.000 tes dini. Dampak awal: kesadaran warga naik 40 persen sejak program dimulai, dengan 200 kasus ARV baru yang terkontrol.

Dengan sorotan Poltekkes Rangkasbitung, kasus HIV bukan lagi tabu, tapi tantangan yang bisa diatasi bersama. Edukasi, tes dini, dan pengobatan gratis adalah senjata utama—untuk Lebak sehat dan bebas stigma.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita