Viral Kemendikbud Sebut Kuliah Bukan Wajib Belajar, Padahal Syarat Kerja BUMN Minimal S1

Viral Kemendikbud Sebut Kuliah Bukan Wajib Belajar, Padahal Syarat Kerja BUMN Minimal S1

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Viral Kemendikbud Sebut Kuliah Bukan Wajib Belajar, Padahal Syarat Kerja BUMN Minimal S1

GELORA.CO -
Viral respon Kemendikbudristek soal Uang Kuliah Tunggal (UKT) Perguruan Tinggi yang mahal.

Untuk diketahui, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Tjietjik Sri Tjahjaandarie memberikan pernyataan kontroversial dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/5/2024) pagi.

Pernyataan tersebut merespon soal UKT yang dianggapi semakin mahal dan tidak terjangkau oleh semua kalangan.

Terkait hal tersebut, Kemendikbud tetap mempertimbangkan biaya UKT untuk seluruh kelompok masyarakat dan tetap mengikuti panduan yang berlaku.

“Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu," kata Tjietjik.

"Tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education (pendidikan tersier). Jadi bukan wajib belajar."

Dengan demikian, lanjutnya, sebenarnya tidak ada keharusnya setiap lulusan SMA untuk masuk perguruan tinggi.

"Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA (SMA)/SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," lanjutnya.

"Berbeda dengan wajib belajar SD, SMP, SMA."

Karena merupakan pendidikan tersier, Tjietjik menegaskan, bahwa pendanaan pemerintah lebih difokuskan pada wajib belajar.

"Apa konsekuensinya karena ini pendidikan tersier? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya/

"Sedangkan untuk pendidikan tinggi, pemerintah hanya memberikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN)."

Namun demikian, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) saat ini ternyata masih belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan.

Sehingga agar penyelenggaraan pendidikan tetap berjalan, masyarakat masih harus membayar sejumlah biaya.

Disorot Warganet


Pernyataan Kemendikbudristek itu lantas menjadi sorotan warganet dan memicu beragam komentar.

Bahkan warganet mengaitkannya dengan pembukaan lowongan pekerjaan di BUMN belum lama ini yang mengharuskan syarat minimal S1 untuk pendidikan, bahkan IPK harus 3,5.

Jika pemerintah menganggap pendidikan tinggi bukan wajib belajar, menurut warganet, seharusnya instansi pemerintah dan BUMN juga tidak mengharuskan syarat minimal S1 untuk perekrutan pegawai.

Seperti diunggah akun Instagram @undercover yang telah mendapatkan lebih dari 14 ribu tanggapan dan ribuan komentar.

"Wahhhh, negara lain memaksa masyarakat nya untuk lanjut jenjang lebih tinggi dengan memberikan beasiswa, sedangkan wakanda malah menyuruh untuk ngak mewajibkan lanjutan jenjang pendidikan lebih tinggi, mantap wakanda, saya bangga jadi masyarakat wakanda ????????????," tulis akun @kaito_fadlan.

"Sementara syarat lowongan pekerjaan min. S1 ????," akun @fiqih_taufik menambahkan.

"Gimana mau bersaing dengan negara lain kalau negaranya sendiri kurang mendukung pendidikan. ????," akun @agungdha ikut mengomentari.

"OKE GAS *jogetin sambil minum susu gratis dipojokan ????," tulis akun @bram.ari.

Heboh UKT Mahal


Sebelumnya, heboh ratusan mahasiswa baru (Maba) Universitas Indonesia (UI) menjerit lantaran uang kuliah tunggal (UKT) yang harus mereka bayar dinilai terlalu mahal.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI Melki Sedek Huang mengungkapkan, sebanyak 700-800 calon mahasiswa baru (camaba) UI mengajukan keberatan atas biaya UKT mereka.

"Dari 2.000 lebih mahasiswa yang diterima melalui jalur SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi), terdapat setidaknya 700-800 aduan keberatan atas biaya pendidikan (UKT) yang ditetapkan," ungkap Melki saat konferensi pers di UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (23/6/2023).

Menurut Melki, sebanyak 800 camaba itu mengajukan aduan karena mereka tidak sanggup membayar UKT yang ditetapkan.

Akan tetapi, pihak UI justru mematok UKT yang tergolong tinggi kepada ratusan camabanya. Kendati demikian, Melki mengakui, pihak UI telah membuka ruang pengajuan banding biaya UKT.

Kemudian, dari 800 camaba yang merasa keberatan, sebanyak 650 camaba mendapatkan penurunan biaya UKT. Namun, biaya UKT 150 camaba tidak diturunkan.

Tiga camaba hendak mengundurkan diri Koordinator Bidang Kemahasiswaan BEM UI Junitha Danuvanya mengungkapkan, tiga camaba hendak mengundurkan diri imbas biaya UKT yang mahal.

"Case (kasus) yang masuk ke saya, ada tiga (camaba yang hendak mengundurkan diri), beda-beda jurusannya," ucap Junitha di UI, Depok, Jawa Barat, Jumat.

Menurut Junitha, ketiga camaba itu belum resmi mengundurkan diri, tetapi baru hendak mengundurkan diri.

Sebab, pihak keluarga ketiga camaba itu menilai UKT mereka terlalu mahal.

Bahkan, salah satu dari ketiga camaba itu dikenakan UKT sebesar Rp 17,5 juta.

Kata Junitha, usai pihak keluarga mengajukan penurunan, UKT camaba yang semula Rp 17,5 juta itu menjadi Rp 15 juta.

"Terakhir UKT-nya Rp 15 juta, sebelumnya Rp 17,5 juta. Keluarganya menyanggupi Rp 7,5 juta," ungkapnya.

Junitha menyebutkan, pihak rektorat UI masih berupaya agar ketiga camaba itu tidak mengundurkan diri.

Akan tetapi, Junitha mengaku tak mengetahui upaya apa yang akan diambil pihak rektorat UI.

Di satu sisi, BEM UI juga tengah berupaya agar ketiga camaba itu tidak mengundurkan diri.

"Dari segi anak dan orangtua sudah sangat-sangat hopeless (putus asa), baru Direktur Mahasiswa UI approach (menemui) mereka karena mereka tahu anak ini mau mundur," urai Junitha.

"Saat ini kami masih komunikasi karena katanya UI menjamin tidak akan ada mahasiswa yang drop out karena biaya pendidikan," lanjutnya.

"Jadi, kami juga masih approach dia agar tidak cabut," lanjutnya.

Tak ada yang batal kuliah karena masalah ekonomi Sebelumnya, pihak UI menjamin tidak akan ada camaba yang batal kuliah di UI karena persoalan ekonomi.

"Komitmen UI selama ini adalah tidak ada mahasiswa program sarjana dan vokasi reguler yang tidak dapat mengikuti pendidikan karena alasan finansial," ucap Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Universitas Indonesia Amelita Lusia kepada Kompas.com, Selasa (20/6/2023).

Amel menjelaskan, golongan UKT di UI ditetapkan dengan pertimbangan berbagai variabel sosio-ekonomi dari penanggung biaya studi mahasiswa.

"Hal itu yang kami kedepankan dalam mekanisme penetapan tarif kuliah," jelasnya.

Data tentang kondisi sosio-ekonomi mahasiswa pun diperoleh dari mahasiswa itu sendiri.

Lalu, apabila mahasiswa yang bersangkutan merasa UKT-nya tak sesuai kondisi sosio-ekonomi, ada mekanisme peninjauan kembali yang bisa ditempuh.

Pilihan cicil UKT hingga program magang berbayar UI Amel berkata, jika sudah mendapat penetapan UKT, mahasiswa bisa mengajukan cicilan dalam satu semester dengan tiga kali pembayaran.

Lalu, bagi mahasiswa yang kesulitan finansial, UI akan membantu mencarikan beasiswa.

Selain itu, pihak kampus telah menyediakan program magang atau kerja paruh waktu di lingkungan kampus UI.

Lewat program magang atau kerja paruh waktu ini, mahasiswa akan mendapat imbalan berupa uang saku. (*)

Sumber: tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita