GELORA.CO - Polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bakal berbuntut panjang. Pasalnya, mahasiswa berencana melayangkan gugatan hukum. Tujuannya, membatalkan kenaikan UKT tersebut.
Rencana gugatan hukum itu disampaikan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Najib Jayakarta. ”Masih proses,” kata Najib saat dikonfirmasi tadi malam (11/5).
Gugatan tersebut rencananya dilayangkan ke PTUN dengan aturan yang digugat adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) 368/2024 tentang UKT di PTKIN.
Najib menjelaskan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan materi terkait keberatan dari mahasiswa. Keberatan muncul karena besaran UKT yang anyar dikeluarkan di tengah proses penerimaan mahasiswa baru. Ketetapan UKT baru dan mengalami kenaikan itu bahkan dikeluarkan ketika kelulusan mahasiswa baru jalur SPAN-PTKIN sudah diumumkan.
Najib menyebut sejumlah mahasiswa berkeberatan. Mereka merasa seperti dijebak. Sebab, nominal UKT berbeda ketika mereka mendaftar dengan saat sudah diumumkan. Kenaikan UKT terjadi untuk semua jenjang atau golongan.
Kenaikannya bervariasi. Ada yang sekitar Rp 1 juta hingga lebih dari Rp 2 juta. Misalnya, UKT tertinggi kedokteran naik dari Rp 45,79 juta menjadi Rp 50 juta. Atau, naik Rp 4,2 juta.
Saat ini yang menjadi polemik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bukan hanya kenaikan UKT. Melainkan juga ditiadakannya ketentuan pembayaran UKT secara dicicil. Kemudian, penggolongan UKT yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa. Selain itu, layanan penunjang perkuliahan yang mereka nilai kurang mumpuni.
Pihak Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga tadi malam tidak kunjung memberikan penjelasan yang detail soal kenaikan UKT. Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tholabi Kharlie sebelumnya menjanjikan jawaban yang detail dan tertulis dari pihak rektorat.
Dalam kesempatan sebelumnya, Tholabi memberikan penjelasan singkat soal kenaikan UKT di kampusnya. Dia mengatakan, besaran UKT yang berlaku untuk tahun akademik 2024–2025 merujuk pada Keputusan Menteri Agama (KMA) 368/2024 tertanggal 1 April. Dia menolak ketentuan nominal UKT yang baru itu disebut menjebak mahasiswa.
Terpisah, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Toriq Hidayat menegaskan bahwa tingginya biaya UKT akan memberikan beban ekonomi yang berat, terutama bagi masyarakat kelas menengah.
Menurut dia, selama ini kelas menengah sering kali dianggap memiliki tingkat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehingga dilupakan dalam pertimbangan pengambil kebijakan.
Padahal, faktanya banyak yang rentan. ”Karena itu, ketika terjadi kenaikan tinggi biaya UKT, kelas menengah sering kali merasakan dampak yang cukup berat,” jelas Toriq.
Sebab, segmen kelas itu kerap tidak mendapat perlindungan. Misalnya, tidak mendapatkan bantuan sosial, tidak bisa memanfaatkan fasilitas keringanan, tidak dapat mengakses kredit pendidikan, dan menanggung beratnya beban finansial lainnya. ”Tingginya biaya uang kuliah akan memperberat beban ekonomi masyarakat kelas menengah,” imbuhnya.
Di sisi lain, Toriq juga mengingatkan akan potensi risiko ke depan yang berkaitan dengan akses terhadap pendidikan. Kenaikan biaya UKT secara otomatis dapat mengurangi kesempatan akses pendidikan yang layak bagi anak-anak Indonesia. ”Terutama mereka yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi,” jelasnya. Dia mendesak pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan itu
Sumber: jawapos