GELORA.CO - Pihak Istana melalui Plt Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Jusuf Permana membantah kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) di akhir April dan awal Mei untuk menghindari unjuk rasa buruh.
Ia mengatakan kunjungan kerja Presiden ke luar daerah telah direncanakan sejak lama.
"Rencana kunjungan ke Jawa Timur dan NTB sudah dirancang jauh-jauh hari," kata Jusuf, Rabu (1/5/2024).
Menurut Jusuf, Presiden langsung ke NTB dari Jawa Timur karena mempertimbangkan efektivitas dan efesiensi.
Presiden Jokowi tidak terlebih dahulu kembali ke Jakarta dari Jawa Timur, dan memilih langsung ke NTB.
"Dengan mempertimbangkan efektivitas dan efesiensi maka dari Jawa Timur langsung ke Provinsi NTB tidak Kembali ke Jakarta," katanya.
Adapun di NTB, kata Jusuf, Presiden Jokowi akan melakukan sejumlah kegiatan, diantaranya yakni meresmikan Pelaksanaan Inpres Jalan Daerah di Lombok Barat, meresmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, serta meninjau pasar di Sumbawa sekaligus memberikan bantuan modal kerja kepada para pedagang kecil dan asongan maupun kaki lima.
“Di Kecamatan Sumbaba Presiden akan melakukan panen jagung bersama Menteri Pertanian dan para petani jagung,” pungkasnya.
Diketahui puluhan bus yang membawa elemen buruh tiba di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha Jakarta Pusat pada Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2024, Rabu (1/5/2024) sekira pukul 10.15 WIB.
Di badan-badan bus tampak bendera dari berbagai organisasi buruh terpampang.
Mereka di antaranya dari Gabungan Serikat Pekerja Manufaktur Independen Indonesia (GSPMII), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Bus-bus tersebut datang dari arah Bundaran HI dan Jalan Budi Kemuliaan Jakarta Pusat.
Satu per satu bus tersebut melintasi bundaran air mancur di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha ke arah Jalan Merdeka Selatan.
Tampak akses di Jalan Merdeka Barat menuju arah Istana Kepresidenan ditutup dan dijaga pihak kepolisian.
Para peserta aksi memiliki 11 tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah yakni:
Tegakkan demokrasi dan supremasi hukum;
Segera Sahkan UU PPRT;
Berikan upah dan penghidupan yang layak bagi buruh;
Segera sahkan kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan dan perlindungan perempuan dengan:
a. Mengesahkan beberapa RUU yang penting seperti RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Anti Diskriminasi, dan Raperda Bantuan Hukum DKI Jakarta
b. Menyusun aturan pelaksana yang mendukung implementasi UU TPKS
c. Meratifikasi Konvensi ILO No. 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja;
Segera Cabut atau membatalkan regulasi yang anti-demokrasi seperti UU Cipta Kerja dan Revisi UU ITE;
Segera memberikan kepastian untuk perlindungan Pembela HAM dan lingkungan dari praktik kekerasan, serangan, dan kriminalisasi;
Melarang kebijakan yang mendiskriminasi berdasarkan gender dan orientasi seksual, Hapus syarat kerja yang diskriminatif;
Mengakomodasi kebutuhan maternitas bagi pekerja perempuan;
Menyediakan akses yang ramah bagi disabilitas di lingkungan kerja;
Memberikan jaminan kesehatan yang layak bagi perempuan pekerja; dan
Membangun tata kelola pangan yang berkelanjutan dan menurunkan harga sembako
Sumber: Tribunnews