Hasto mengungkapkan, intimidasi yang dipraktikkan ini dialami para kader PDIP hingga kepala desa diduga oleh oknum aparat. Salah seorang kader PDIP, lanjut Hasto, terbukti dialami oleh mantan Gubernur Bali yang cukup dikenal, I Wayan Koster.
"Dia mendapat intimidasi ketika bergerak untuk memenangkan paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud. Tetapi Koster tetap mengkampanyekan Ganjar-Mahfud, yang membuat aparat mencari kesalahan Koster dan melaporkannya (pengaduan masyarakat) ke Polri," kata Hasto, Minggu (17/3/2024).
Hasto menjelaskan, akibat adanya pelaporan kepada Koster, Kapolda Bali pun memanggil Gubernur Bali itu dua pekan sebelum hari pencoblosan. Selain Koster, kader lain yang diintimidasi adalah Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, sejumlah bupati, dan anggota DPR (incumbent).
"Di Nganjuk, Jawa Timur setiap anggota DPR incumbent yang memiliki basis massa kuat turun ke lapangan diawasi oleh tiga oknum TNI, tiga oknum Polri, dan seorang anggota Bawaslu. Ini bentuk intimidasi," jelas Hasto.
Ia bahkan menyebutkan ada Kepala Desa di Makassar, Sulawesi Selatan, yang mengalami intimidasi berupa kekerasan verbal jika mendukung paslon selain nomor urut 2.
"Masih mau tidur sama istrinya? Kalau masih mau tidur sama istri jangan bantu paslon 1 atau 3 harus bantu 2," kata Hasto sembari menirukan oknum kepala desa yang diintimidasi.
Lebih lanjut, Hasto menyampaikan di Sukoharjo Jawa Tengah ada kepala desa diberi uang Rp200 juta dan target memenangkan paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sekadar informasi, Hasto menuturkan pada Pemilu 2019, PDIP meraih 27.053.961 suara atau 19,33 persen dari total suara, sementara itu pada Pemilu 2024, perolehan suara menjadi sekitar 17 persen.
"Sebulan sebelum Pemilu 2024, pada 14 Februari 2024, hasil survei internal PDI Perjuangan menyebut, perolehan suara akan berkisar 21 persen hingga 24 persen. Bahkan, di beberapa wilayah melampaui angka itu," kata Hasto.
Kemudian, lanjutnya, setelah dilakukan telaah di lapangan maka ditemukan bahwa penyebab merosotnya suara tersebut adalah terjadinya kerusakan demokrasi yang diawali ‘abuse of power’ oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sumber: sindonews