Hasto berpendapat, Pemilu 2024 hanya menunjukkan adanya efek berbagai penyalahgunaan kekuasaan seperti politisi bansos hingga intimidasi. Dia mencontohkan, PDIP bisa tetap menjadi peraih suara terbanyak meski sudah bersebrangan jalan dengan Jokowi.
"Jadi, yang ada bukan Jokowi Effect tetapi adalah bansos effect, penggunaan aparatur negara effect, intimidasi effect, itu yang terjadi," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
Dia kembali mencontohkan nasib Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang gagal lolos ke DPR meski dipimpin putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep. Padahal, klaim Hasto, ada berbagai operasi kekuasaan untuk meloloskan PSI ke Senayan, markas DPR RI.
Hasto mengaku PDIP menentang berbagai karakter individualisme politik seperti yang dicerminkan dalam istilah Jokowi Effect. Menurutnya, personifikasi politik menunjukkan pemilu Indonesia sudah sangat liberal.
Oleh sebab itu, dia tidak heran apabila Party ID atau preferensi pemilihan berdasarkan partai politik semakin menurun. Sebaliknya, yang semakin banyak yaitu preferensi pemilihan berdasarkan individu yang dicalonkan.
"Padahal kami mengedepankan yang namanya ideologi berdasarkan Pancasila, platform partai, kultur partai, disiplin anggota partai, dan sebagainya," jelas Hasto.
Dia pun tidak heran apabila banyak partai politik yang coba meminta bantuan kekuasaan untuk raih efek elektoral karena tidak mengakar ke masyarakat.
Sumber: bisnis