GELORA.CO - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupaya untuk mengendalikan Partai Golkar.
Hal ini merespons isu Jokowi akan keluar dari PDI Perjuangan (PDIP) dan akan bergabung dengan Golkar.
Karyono mengatakan, kabar Jokowi akan merapat ke Golkar sejatinya mulai muncul sejak hubungannya dengan PDIP merenggang.
Hal itu ditengarai karena Jokowi berbeda sikap dengan PDIP dalam Pilpres 2024, yakni justru mendukung Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
"Agenda politik yang awal mulanya tersembunyi akhirnya mulai terbongkar ketika putra mahkota yang bernama Gibran Rakabuming Raka disiapkan menjadi calon wakil presiden melalui putusan MK yang kontroversial," kata Karyono kepada Tribunnews.com, Selasa (11/3/2024).
Karyono mengungkapkan, sinyal Jokowi semakin menjauh dari PDIP sejatinya terjadi jauh sebelum Pemilu, yakni ketika hubungan Jokowi dengan Prabowo semakin erat.
Menurutnya, hal tersebut ditandai dengan intensitas pertemuan kedua sosok tersebut dalam berbagai kesempatan.
Selain dekat dengan Prabowo, kedekatan Jokowi dengan pentolan Golkar seperti Airlangga Hartarto dan Luhut Binsar Pandjaitan juga terlihat kasat mata.
Di sisi lain, kata Karyono, Jokowi memang cukup sering menampilkan kedekatannya dengan calon presiden yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo.
Dia menilai, hal tersebut sebagai upaya Jokowi untuk memerankan dirinya sebagai "Play Maker" dalam Pemilu 2024 dan di masa akan datang.
"Ada sebagian pihak yang mengatakan Jokowi sebenarnya ingin memasangkan Prabowo dengan Ganjar dalam Pilpres 2024," ujar Karyono.
Namun, Karyono menuturkan, dari pelbagai pernyataan dan body language yang ditampilkan Jokowi, secara semiotika dibaca sedang berperan "pemain kunci" dalam kancah politik nasional.
Sehingga, dia berpendapat bahwa sikap Jokowi berseberangan dengan PDIP bukan karena tersinggung atas label petugas partai.
Sebaliknya, Karyono menjelaskan, Jokowi ingin memastikan keberlanjutan program dan kebijakan pembangunan yang telah dirintis selama dua periode pemerintahannya.
"Maka tak perlu heran jika Jokowi memasang Gibran putra sulungnya sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo karena orang yang paling mungkin bisa dipercaya adalah keluarga dan atau teman dekat," ungkapnya.
Karenanya, jelas dia, untuk melancarkan agenda besar tersebut, tentu harus menggalang kekuatan (partai) politik yang dominan di parlemen untuk menopang agenda pemerintah.
"Salah satu opsinya adalah mengendalikan Golkar sebagai partai terbesar kedua setelah PDIP. Sementara Gerindra sudah dikendalikan Prabowo, Partai Demokrat sudah," imbuh Karyono.
Nama Jokowi belakangan santer disebut akan bergabung dengan Golkar. Berbagai spekulasi muncul, salah satunya Jokowi akan menjadi ketua umum.
Beberapa nama yang digadang-gadang juga, yakni Bambang Soesatyo atau Bamsoet, Airlangga Hartarto, Bahlil Lahadalia Agus Gumiwang Kartasasmita.
Bamsoet mengatakan, dirinya siap untuk maju menjadi kandidat ketua umum Partai Golkar dalam Munas Desember 2024 mendatang.
Bamsoet mengungkapkan, ada tiga nama lain masuk sebagai bursa calon Ketua Umum Golkar, selain dirinya.
"Ya ada setidaknya santer 4 suara yang muncul di permukaan yang akan bertarung di forum Munas tahun ini," ungkap Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
"Ada Pak Airlangga sendiri, ada Pak Agus Gumiwang, ada Pak Bahlil, ada saya," ujarnya menambahkan.
Ketua MPR RI itu menuturkan, dirinya akan menyiapkan Munas usai pengumuman hasil Pemilu 2024.
"Ya kita banyak berdoa semoga hasil pemilu ini sesuai dengan harapan kita semua. Presiden dilantik dengan, suasana politik kondusif, nah baru kita bicara tentang Munas," imbuh Bamsoet
Sumber: Tribunnews