GELORA.CO - Pelaksanaan debat calon wakil presiden (cawapres) 2024 pada Jumat (22/12) menyisakan polemik. Salah satu rumor yang berkembang adalah dugaan adanya alat yang dipasangkan untuk membantu cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.
Rumor itu digulirkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga pakar telematika Roy Suryo. Di akun media sosialnya, dia mempertanyakan adanya tiga mikrofon yang digunakan Gibran.
”Apa gunanya juga ada earphone? Siapa yang bisa feeding (membisiki) ke telinganya?” tulisnya di akun media sosial X miliknya.
Merasa dipojokkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) geram. Ketua KPU Hasyim Asy’ari bahkan menyebut mantan kader Partai Demokrat tersebut melakukan fitnah. ”Roy Suryo memang tukang fitnah,” katanya kepada media kemarin (24/12).
Hasyim menegaskan, semua peserta debat mendapatkan hak dan fasilitas yang sama. Termasuk dalam penggunaan tiga jenis mikrofon. Hal itu semata-mata dilakukan untuk keperluan teknis. ”Semua cawapres pakai tiga mik untuk antisipasi ada mik yang mati,” jelasnya.
Lagi pula, lanjut dia, yang menempel di pipi para cawapres bukan ear feeder yang dapat membisiki sesuatu. ”Itu mik yang ditempel di pipi dan dicantolin di kuping,” ujarnya.
Bahkan, Hasyim mempersilakan Roy Suryo menanyakannya kepada semua cawapres dan stasiun TV penyelenggara debat. Termasuk tim paslon yang berada di holding room saat pemasangan mik. ”Debat spontan, nggak mungkin didikte, dengerin bisikan, atau baca sontekan,” tegasnya.
Hasyim juga menyentil postingan lain Roy Suryo yang membuat narasi adanya layar sontekan di depan panggung. Sebab, gambar yang diposting merupakan gambar lama. Buktinya, tidak ada juga keberatan dari lawannya. ”Kalau sontekan segede gitu, pasti calon lain komplain,” kata Hasyim.
Sementara itu, kasus penetapan Gibran sebagai cawapres masuk ke ranah etik. Tujuh komisioner KPU tengah disidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka dilaporkan setelah menerima pendaftaran Gibran meski saat itu peraturan KPU (PKPU) tentang pendaftaran capres-cawapres belum direvisi setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra optimistis kasus itu tidak berkembang. Bahkan, dia meyakini tidak ada pelanggaran etik apa pun yang dilakukan para komisioner KPU.
Pakar hukum tata negara itu menilai, pelaksanaan peraturan perundang-undangan tidak dapat dibatasi hanya pada PKPU. Di atas PKPU masih ada PP, UU, hingga UUD 1945. Termasuk putusan MK yang bersifat mengikat. ”Para komisioner KPU itu bertindak demikian (menerima berkas pendaftaran, Red) didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi No 90/PUU-XXI/2024,” terangnya.
Sesuai dengan Pasal 24C UUD 45, putusan MK bersifat final dan berlaku serta-merta sejak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Dia mengakui, saat itu KPU memang belum bisa mengubah PKPU karena terbentur jadwal. Mereka memerlukan konsultasi dengan DPR yang ketika itu reses. ”Dalam konteks seperti itu, KPU memilih untuk menaati putusan MK yang kedudukannya lebih tinggi daripada PKPU,” tegasnya.
Sumber: jawapos