Prediksi Hasil Pilpres Meleset Jauh, Lembaga Survei Turki Beralibi Gegara Gempa dan Ramadhan

Prediksi Hasil Pilpres Meleset Jauh, Lembaga Survei Turki Beralibi Gegara Gempa dan Ramadhan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Hasil penghitungan resmi Pemilihan Presiden (Pilpres) Turki 2023 sudah ditetapkan. Dewan Pemilihan Tinggi Turki merilis hasil penghitungan, yaitu pejawat (incumbent) Recep Tayyip Erdogan mengumpulkan suara 49,52 persen.

Capaian Erdogan itu unggul atas calon presiden (capres) oposisi Kemal Kilicdaroglu dengan 44,88 persen, Sinan Ogan meraih 5,17 persen, dan capres yang mundur akibat skandal video porno beberapa hari menjelang pencoblosan Muharrem Ince masih mengumpulkan 0,43 persen.

Hasil itu di luar dugaan banyak kalangan. Pasalnya, menjelang pencoblosan pada Ahad (14/5/2023), berbagai lembaga survei selalu menempatkan Kilicdaroglu di posisi teratas. Kilicdaroglu bahkan diprediksi menang satu putaran dengan capaian suara di atas 50 persen. Sayangnya, prediksi lembaga survei itu berkebalikan dengan hasil pencoblosan.

Menjelang putaran kedua antara Erdogan dan Kilicdaroglu yang dijadwalkan pada Ahad (28/5/2023), lembaga survei pun merefleksikan letak kesalahan mereka menjelang pemungutan suara, yang dianggap sebagai salah satu yang paling penting dalam sejarah Turki tersebut.

Hal itu karena jajak pendapat dari berbagai lembaga selama berpekan-pekan selalu menunjukkan Kilicdaroglu mengungguli Erdogan. Hal itu terlihat nyata berpadu dengan persepsi masyarakat bahwa popularitas Erdogan menurun di tengah melonjaknya inflasi dan biaya hidup di Turki.

Salah satu perusahaan MAK yang kencang merilis hasil survei pada 7 Mei 2023 bahkan merilis hasil jajak pendapat, menunjukkan Kilicdaroglu menang 50,9 persen dalam Pilpres Turki. Ketua MAK Mehmet Ali Kulat mengatakan, melesetnya prediksi survei dipersulit oleh faktor gempa besar yang melanda Turki pada Februari 2023, dan datangnya bulan suci Ramadhan yang berlangsung pada Maret hingga April 2023.

Dia pun beralibi dua faktor itu yang membuat jajak pendapat lembaganya meleset. "Ada periode 20 hari setelah Ramadhan dan Anda tidak dapat melakukan pemungutan suara secara legal dalam 10 hari terakhir. Ini membuat kami tersesat lebih jauh. Kami, sebagai perusahaan riset, seharusnya tidak mencari alasan," kata Mehmet Ali Kulat kepada Reuters, akhir pekan kemarin.

Aliansi Rakyat yang dipimpin AKP di bawah Erdogan bahkan memenangkan mayoritas suara di parlemen dengan raihan 321 kursi dari total 600 kursi. Hasil itu menunjukkan peluang kemenangan Erdogan di putaran kedua semakin besar.

Yeni Safak melaporkan, jajak pendapat yang dipimpin Mehmet Ali Kulat menunjukkan hasil berkebalikan setelah pencoblosan dilakukan. Ternyata, MAK memiliki relasi dengan CHP, partai oposisi yang dipimpin Kilicdaroglu.

Menjelang pencoblosan pada 14 Mei 2023, Mehmet Ali Kulat kerap muncul di media dengan berbagai analisisnya yang menempatkan kandidat opisisi menang di angka 50,9 persen. Sayangnya, ketika hasil pemungutan suara dilakukan, Kılıçdaroğlu disebut kehilangan 2,6 juta suara yang beralih ke Erdogan.

Yeni Safak pun membuat ulasan mengapa prediksi lembaga survei meleset. Menurut media yang berafiliasi dengan kubu Erdogan tersebut, rekayasa politik yang dikembangkan aliansi oposisi sudah jelas gagal total.

Beberapa perusahaan survei yang gencar merilis data menunjukkan Kılıçdaroglu menang besar atas Erdogan, ternyata diduga memanipulasi jajak pendapat. Hal itu dilakukan dengan merekayasa media sosial melalui jaringan troll dan akun bot. Karena itu, pada akhirnya pihak oposisi mengalami kekalahan telak.

Sejumlah jajak pendapat sebelum pelaksanaan Pilpres Turki, Ahad (14/5/2023) bermunculan. Capres oposisi Kemal Kilicdaroglu diunggulkan dibandingkan pejawat Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan selisih suara lebih dari 10 persen. 

Kilicdaroglu diyakini mampu memenangkan lebih dari 50 persen suara, sebagai syarat pilpres hanya satu putaran. Mereka juga memprediksi koalisi oposisi, Nation Alliance, mampu menyapu mayoritas kursi di parlemen. Minimal enam persen di atas koalisi yang dipimpin AK Party. 

Jajak pendapat Aksoy Research yang diselenggarakan pada 8 Maret dan dirilis Sabtu (11/3/2023)  menunjukkan, Kilicdaroglu memperoleh dukungan suara 55,6 persen. Sedangkan rivalnya, Erdogan hanya 44,4 persen suara. 

Jajak pendapat pada 6-7 Maret oleh Alf Research juga menempatkan Kilicdaroglu sebagai kampiun, dengan 55,1 persen suara dan Erdogan 44,9 persen. Piar Research menempatkan Kilicdaroglu dengan kemenangan 57,1 persen. Erdogan 42,0 persen.

ORC Research memperlihatkan 56,8 persen bakal diraih Kilicdaroglu, sebanyak 43,2 persen untuk Erdogan. Jajak pendapat ini dilaksanakan pada 4-6 Maret, sebelum capres dari oposisi utama diumumkan secara resmi pada 8 Maret.

Gempa bumi Februari 2023, tampaknya hanya berdampak kecil bagi popularitas AKP, partai pendukung Erdogan. Jajak pendapat Metropoll menyajikan data, 34,4 persen responden menyalahkan pemerintah karena kerugian akibat gempa, 26,9 persen menyalahkan kontraktor. 

Sebanyak 15,4 persen menyalahkan pemerintah kota, 12,9 persen responden lainnya menyatakan semua bertanggung jawab. 

Merve Tahiroglu, direktur program Project on Middle East Democracy di Turki, menyatakan koalisi oposisi beragam. Setiap sosok penting di koalisi tersebut bisa menjangkau segmen berbeda di Turki. 

Media Barat telah menyinggung kemungkinan serangan terhadap ekonomi Turki untuk meningkatkan peluang calon presiden oposisi Kemal Kilicdaroglu mengalahkan Recep Tayyip Erdogan dalam pemilihan putaran kedua. Dalam laporan yang diterbitkan oleh Wall Street Journal, ada dua alasan utama rapuhnya ekonomi Turki, yaitu penurunan jumlah cadangan kas dan penarikan uang dalam jumlah besar ke luar negeri.

Ekonom Inggris Timothy Ash sebelumnya menggambarkan Erdogan sebagai mitra yang tidak dapat diandalkan di Barat. Ash mengatakan, dia telah bertemu Kilicdaroglu beberapa bulan sebelum pemilihan. Menurut Ash, posisi dalam Kilicdaroglu lemah.

 "Peluang terbaik untuk KK (Kemal Kilicdaroglu) sekarang adalah pasar melakukan aksi jual sebelum pemilu putaran kedua, sehingga para pemilih membuat pembeli kesal dengan RTE (Recep Tayyip Erdogan) dan risiko ekonomi besar terbentang di depan," ujar Ash, dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (18/5/2023).

Seorang ahli mengatakan kepada Arabi21 bahwa analisis yang diungkapkan Ash menyinggung potensi campur tangan eksternal dalam pemilu Turki. Karena mereka dapat menggunakan manipulasi pasar saham Turki untuk mendorong pemilih beralih ke Kilicdaroglu di pemilu putaran kedua.

Erdogan beberapa kali menuduh kekuatan eksternal memanipulasi nilai lira Turki sebagai bagian dari perang melawan pemerintahannya. Hal itu menyusul penurunan tajam nilai lira pada akhir 2021. Erdogan mengumumkan dibukanya penyelidikan atas kemungkinan manipulasi.

Sumber: republika
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita