‘Alamat Palsu’ Pemenang Tender Jalan Rusak di Lampung Lolos Radar KPK

‘Alamat Palsu’ Pemenang Tender Jalan Rusak di Lampung Lolos Radar KPK

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Heboh ‘alamat palsu’ yang digunakan 2 pemenang tender proyek perbaikan jalan di Lampung, seharusnya masuk radar KPK. Total nilai proyeknya mencapai Rp63,1 miliar.

Ternyata, niat baik Presiden Jokowi untuk membantu perbaikan jalan yang rusak parah di Provinsi Lampung, malah jadi ajang korupsi. Dua pemenang tendernya pakai alamat palsu alias ‘gaib’.

Atas kejadian ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, proses tendernya wewenang daerah, bukan pemerintah pusat. “Itu kan tendernya dari pemda, bukan kami (pusat). Kami akan mulai Juni nanti pelelangnya,” papar Menteri Basuki, Jakarta, dikutip Jumat (26/5/2023).

Tender perbaikan jalan yang menjadi wewenang pemerintah pusat, kata Menteri Basuki, dijadwalkan rampung Juni sehingga perbaikan jalan bisa dimulai Juli 2023.

Asal tahu saja, anggaran untuk perbaikan jalan di tiga provinsi yakni Lampung, Jambi dan Sumatera Utara, cukup gede. Sekitar Rp14,9 triliun.

Yang menjadi masalah, 2 pemenang tender perbaikan jalan di Lampung yakni CV Bagas Adhi Perkasa dan PT Suci Karya Badinusa, adalah alamat palsu.

Misalnya, kantor CV Bagas Adhi Perkasa yang memenangkan tender perbaikan jalan Kota Metro-Kota Gajah, senilai Rp4,9 miliar, ternyata rumah seorang nenek di gang.

Sama halnya dengan PT Suci Karya Badinusa yang menang tender perbaikan jalan Kota Gajah-Simpang Randu Lampung Tengah, senilai Rp58,1 miliar, ternyata rumah warga yang disegel bank.

Sejatinya, KPK sudah tahu titik mana yang rawan dikorupsi dalam tender perbaikan infrastruktur di Indonesia. Tapi kenapa fenomena ‘alamat palsu’ di Lampung dibiarkan begitu saja?

Seperti disampaikan Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri, titik rawan korupsi tender infrastruktur berbentuk suap dan penyalahgunaan wewenang.

“Temuan kajian menunjukkan kasus korupsi pada penyelenggaraan jalan didominasi adanya suap dan penyalahgunaan kewenangan. Serta perbuatan curang oleh pemborong atau pengawas dan penerima pekerjaan, serta penyelenggaran negara selaku pengurus/pengawas yang ikut dalam pemborongan dan ijon pekerjaan,” papar Ali.

Kata Ali, potensi korupsi biasanya terjadi di tahap perencanaan dan penganggaran proyek infrastruktur. Meliputi intervensi program yang melampaui kewenangan Pekerjaan Umum (PU), penyalahgunaan wewenang, suap dalam alokasi anggaran, dan permintaan fee.

Untuk mengatasi masalah itu, KPK merekomendasikan agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) membuat regulasi yang mengatur tentang kepatuhan perencanaan.

Titik rawan kedua, kata Ali, berada di tahap perencanaan teknis. Meliputi kolusi dan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan rancangan teknis Detail EngineeringDesign (DED) yang tidak detil.

Sumber: inilah
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita