Desak Koalisi Indonesia Bersatu Dihentikan, Fahri Diingatkan PPP

Desak Koalisi Indonesia Bersatu Dihentikan, Fahri Diingatkan PPP

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Aksi Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah yang dengan tegas mendesak Koalisi Indonesia Bersatu dihentikan langsung direspons oleh PPP. PPP mengingatkan Fahri terkait adanya ambang batas pengusungan calon presiden.

Koalisi Indonesia Bersatu sendiri digaungkan oleh Ppartai Golkar, PPP, dan PAN. Ketiga Ketum Partai tersebut untuk membentuk kolisi tersebut.

"Boleh saja FH punya pandangan berbeda memahami koalisi dalam rangka Pilpres. Namun FH tidak boleh lupa meski pemerintahan kita itu menganut sistem presidensial, tetapi sistem itu dimulai dengan kualifikasi tertentu untuk Pilpresnya," kata Waketum PPP Arsul Sani kepada wartawan, Jumat (13/5/2022).

"Yakni capres hanya dapat maju kalo diusung oleh partai atau koalisi partai yang memenuhi ambang batas pengusungan, yang dalam UU Pemilu saat ini minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional pemilu legislatif," lanjut Arsul.

Arsul mengatakan realitas politik saat ini hanya PDIP yang bisa mencalonkan presiden tanpa koalisi dengan partai lain. Partai lain menurutnya tidak akan bisa mencalonkan presiden jika tidak berkoalisi.

Arsul lantas menyinggung Fahri Hamzah kerja terlebih dahulu untuk membatalkan ambang batas pencalonan presiden. Jika tidak menurutnya, hanya ada capres tunggal yang diusung oleh PDIP.

"Kalo koalisi ini dianggap tidak sehat dan harus dibubarkan ya FH atau Gelora kerja dulu untuk bisa batalkan ambang batas pencapresan dengan judicial review atau legislative review. Kalo FH nggak mau ada koalisi partai dan nggak mau juga kerja melainkan hanya bicara, itupun bukan di forum MK atau melobi parpol-parpol DPR, lalu apa FH hanya pengin capres tunggal yang diusung PDIP saja yang nggak perlu koalisi?" ujarnya.

Arsul pun menyebut aturan ambang batas pencalonan presiden sudah diatur dalam UUD 1945. Sehingga menurutnya tidak masuk akal jika Fahri Hamzah melarang adanya koalisi.

"Jadi selama masih ada ketentuan ambang batas atau bahkan selama UUD NRI Tahun 1945 menentukan hanya parpol atau gabungan parpol yang bisa ajukan pencapresan, maka ya tidak realistik secara hukum dan politik untuk melarang koalisi," tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkritik pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu oleh Partai Golkar, PPP, dan PAN menjelang Pemilu 2024. Fahri menyebut `koalisi ujug-ujug` harus dihentikan.

"`Koalisi ujug-ujug` harus dihentikan di republik ini!" kata Fahri kepada wartawan, Jumat (13/5/2022).

"Tidak sehat bagi presidensialisme kita membiarkan `koalisi ujug-ujug` tidak ada ujung, tidak ada pangkal, bagaimana dia dimulai, begitu pula dia berakhir," imbuhnya.

Fahri menilai koalisi tidaklah dikenal dalam sistem presidensialisme. Dia menyebutkan, dalam peraturan, hanya disebutkan soal pengusung partai politik dan gabungan partai politik.

"Terminologi koalisi tidak dikenal dalam presidensialisme. Koalisi adalah terminologi dalam parlementerisme. Itu sebabnya sulit mencari di mana letak koalisi dalam sistem kita. Dalam UUD hanya disebut soal pengusung partai politik dan gabungan partai politik," jelas Fahri.

Fahri menuturkan maksud awal dari penyebutan pengusul capres partai politik dan juga gabungan partai politik. Hal itu karena dalam konstitusi mengantisipasi adanya pasangan calon yang didukung lebih dari satu partai politik.

"Sebenarnya original intent atau maksud awal dari penyebutan pengusul seorang capres `partai politik dan gabungan partai politik` adalah karena konstitusi mengantisipasi adanya satu pasangan calon didukung oleh lebih dari satu partai politik," ujar Fahri.

"Karena itu, sebenarnya asal usulnya memang setiap partai politik boleh mengusulkan calonnya karena calon itulah nanti yang secara tegas menjelaskan apakah ideologi dan ide partai politik tersebut apabila memimpin secara nasional kadernya," imbuhnya.

Sumber: lawjustice

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA