LBH Umat Duga Habib Bahar Target Pembunuhan Karakter

LBH Umat Duga Habib Bahar Target Pembunuhan Karakter

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Ketua LBH Umat Chandra Purna Irawan curiga di balik penetapan tersangka Habib Bahar bin Smith oleh penyidik Polda Jawa Barat adalah bagian dari serangkaian pembunuhan karakter terhadap ulama atau aktivis yang kritis.

"Dengan dilekatkan sebagai orang yang berbohong, kriminal, residivis," kata Chandra dalam video keterangan pers yang diterima, Rabu (5/1).



Jika analisis itu benar, kata Chandra, hal itu sesuai dengan rekomendasi Rand Corporation, yaitu 'Delegitimize individuals and positions associated with hypocrisy, criminal and immorality' atau serangan terhadap individu atau karakter dari tokoh-tokohnya

"Upaya ini dilakukan agar meminimalisir dukungan publik terhadap tokoh-tokoh tersebut," ungkapnnya.

Dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian, penyidik Polda Jawa Barat menjerat Bahar Smith dengan Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 28 Ayat 2 Jo Pasal 45A UU ITE Jo Pasal 55 KUHP.

"Bahwa pasal tersebut bersifat karet, lentur, dan tidak memuat definisi pasti yang ketat. Dalam hal ini apa yang dimaksud 'berita atau pemberitahuan bohong' dan 'keonaran di kalangan rakyat'," tutur Chandra.

Semestinya, kata dia, ada definisi konkret dan memiliki batasan yang jelas mengenai frasa 'berita atau pemberitahuan bohong' dan 'keonaran di kalangan rakyat tersebut.

Apabila tidak, maka dikhawatirkan bersifat karet/lentur, tidak bisa diukur, dan penerapannya dikhawatirkan berpotensi sewenang-wenang dalam menafsirkan.

"Hukum pidana mesti bersifat lex stricta, yaitu hukum tertulis tadi harus dimaknai secara rigid, tidak boleh diperluas atau multitafsir pemaknaannya," kata Chandra.

Chandra menyebut frasa 'keonaran di kalangan rakyat' pun hingga saat ini tidak ada definisi dan batasan yang jelas. Hal itu dikhawatirkan dan berpotensi menjadikan aparat penegak hukum dapat dengan secara subjektif dan sewenang-wenang menentukan status suatu kondisi dimaksud.(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita