Keras! 2 Juta Buruh Ancam Mogok Nasional, Jika Pemerintah Ngotot Jalankan UU Cipta Kerja

Keras! 2 Juta Buruh Ancam Mogok Nasional, Jika Pemerintah Ngotot Jalankan UU Cipta Kerja

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Massa buruh dari berbagai serikat mengancam bakal mogok nasional, jika pemerintah tidak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Hal itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal saat aksi unjuk rasa yang mereka gelar di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.

"Perlawanan kaum buruh akan terus meningkat eskalasinya, diseluruh Indonesia bilamana pemerintah memaksakan untuk tetap menjalankan isi Undang Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 tidak mengacu pada keputusan MK," kata Iqbal.

"Perlawanan gerakan mogok nasional menjadi pilihan bilamana dalam proses menuju paling lama dua tahun dari awal pembentukan UU Cipta Kerja yang baru ini tetap mengabaikan partisipasi publik," imbuhnya. 

"Karena diperkirakan Januari 2022 sudah masuk prolegnas prioritas. Tapi kalau kembali dilakukan dengan cara-cara tidak melibatkan partisipasi publik, khususnya serikat buruh dan gerakan sosial lainnya," sambungnya.

Kata Said Iqbal, mogok nasional itu akan dilakukan sekitar 2 juta buruh di 30 provinsi Indonesia.

"Maka sudah dipastikan gerakan mogok nasional menjadi pilihan. Sekarang ini mogok nasional setop produksi yang direncanakan diikuti 2 juta buruh lebih dari 100 pabrik berhenti produksi," jelasnya.

Tuntutan Buruh

Hari ini, ratusan buruh dari sejumlah serikat kembali menggelar aski unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.  Ada tiga tuntutan yang mereka ajukan kepada pemerintah pusat dan daerah.

"Pertama, meminta seluruh Gurbernur di Indonesia merevisi SK Upah Minimum/ UMP atau  UMK. Karena menurut kaum buruh bertentangan dengan keputusan MK Amar putusan Nomor 7," kata Iqbal.

Kedua, mereka meminta pemerintah pusat mencabut Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Karena dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 7 tersebut, jelas dikatakan menyatakan, menangguhkan tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dan tidak  boleh menerbitkan peraturan-peraturan yang baru," ujar Iqbal.

"Di dalam PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Perubahan Pasal 4 Ayat 2, jelas mengatakan kebijakan kenaikan upah minimum adalah keputusan strategis. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah pusat tunduk kepada keputusan MK cabut PP Nomor 36 Tahun 2021," sambungnya.

Ketiga, mereka meminta pemerintah pusat dan daerah, tunduk pada keputusan MK yang menyatakan  Undang-undang Cpta Kerja  inkonstitusional bersyarat.

"Dibutuhkan syarat waktu 2 tahun paling lama untuk memperbaiki prosedur dan tata cara pembentukan UU cipta kerja dari nol. Kalau prosedurnya dimulai dari nol, atau dari awal lagi, dengan demikian isi pasal-pasalnya tidak berlaku, khususnya yang strategis/berdampak luas," katanya.

"Dengan demikian kami meminta semua peraturan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja dan isi pasal pasal dalam UU Cipta Kerja tidak boleh diterapkan." [suara]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita