Nadiem Disebut Legalkan S*ks Bebas Kampus, Hersubeno: Sengaja Dibuat, Penuh Nuansa Liberal!

Nadiem Disebut Legalkan S*ks Bebas Kampus, Hersubeno: Sengaja Dibuat, Penuh Nuansa Liberal!

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim disebut legalkan seks bebas di kampus.

Hal tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Mendikburistek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menuai polemik.

Sontak aturan yang ditandatangani oleh Menteri Nadiem Makarim itu mendapat kritik pedas dari berbagai pihak, salah satunya ormas Islam dan politikus PKS.

Terkait hal tersebut, kolumnis sekaligus pengamat kebijakan publik Hersubeno Arief menilai bahwa aturan itu terkesan sengaja dibuat oleh para penyusun di kursi Kemendikbudristek.

“Saya kira frasa tanpa persetujuan korban ini bukan tanpa sengaja. Apalagi setiap ayat dan pasal tersebut disebutkan tanpa persetujuan korban ini memang sejak awal para penyusun peraturan Mendikbud Ristek dengan sengaja memasukan frasa itu,” kata Hersubeno dalam saluran YouTube miliknya, dikutip Hops.id pada Senin, 8 November 2021.

Hersubeno juga mengatakan bahwa jangan salahkan publik apabila banyak yang menafsirkan bahwa aturan itu seakan bernuansa bebas terbuka layaknya paham liberal yang banyak dianut bangsa barat.

Apalagi Peraturan Mendikburistek Nomor 30 tahun 2021 juga tampak tidak mengindahkan nilai-nilai serta norma keagamaan yang tertanam dalam Pancasila, khususnya sila pertama.

“Dengan begitu kita bisa menafsirkan bahwa kalau dengan persetujuan korban maka itu bukan kekerasan dan bukan pelanggaran, di sini yang jadi masalah saya kira kenapa kemudian banyak politisi, banyak para pengkritik bahwa peraturan menteri ini nuansanya liberal dan tidak mengindahkan aturan agama serta norma yang dikandung dalam Pancasila,” jelas Hersubeno.

“Karena bagaimana pun juga Pancasila merupakan rumusan yang mengandung norma-norma agama sebagaimana yang ada pada sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa,” sambungnya.

Pembawa acara di Forum News Network ini juga menegaskan seharusnya setiap kebijakan atau peraturan yang dibuat pemerintah bisa mengedepankan nilai Pancasila sehingga bisa menghindari potensi polemik di masyarakat.

“Jadi seharusnya tiap aturan bisa menjiwai norma-norma yang terkandung dalam Pancasila, inilah yang sekarang banyak dipersoalkan,” imbuhnya.

Aturan kontroversial

Dikabarkan sebelumnya, Majelis Ormas Islam (MOI) yang terjadi dari 13 ormas Islam –tak termasuk PBNU dan Muhammadiyah — meminta agar Permendikbud itu dicabut karena dinilai bisa melegalkan zina di kampus.

“MOI menilai bahwa Permendikbud Ristek tersebut secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinahan dan dengan demikian akan mengubah dan merusak standar nilai moral mahasiswa di kampus, yang semestinya perzinahan itu kejahatan malah kemudian dibiarkan,” ucap Ketua MOI, Nazar Haris, dalam rilisnya, Senin (2/11).

Menurut Nazar Haris, di antara poin yang dikritisi dan ditolak oleh MOI antara lain terkait paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) yang memandang bahwa standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual bukan nilai agama, tapi persetujuan dari para pihak, selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah.

“Permendikbud ini juga menurut MOI berpotensi memfasilitasi perbuatan zina dan perilaku penyimpangan seksual LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender),” ujarnya.

Muhammadiyah ikut turun tangan

Sementara, Persyarikatan Muhammadiyah meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim untuk mencabut Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Pihaknya menilai ada pasal dalam permendikbud tersebut yang bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yakni Lincolin Arsyad selaku ketua dan Muhammad Sayuti sebagai sekretaris pada Senin, 8 November 2021.

“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebaiknya mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permen Dikbudristek Nomor 30 Tahun 2021,” kata Lincolin dikutip dari keterangan tertulisnya. (hops)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita