MAKI Laporkan Jaksa KPK yang Taruh Bendera 'HTI' di Meja Kerja

MAKI Laporkan Jaksa KPK yang Taruh Bendera 'HTI' di Meja Kerja

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Jaksa yang bertugas di KPK diduga berkaitan dengan polemik bendera yang disebut sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Buntutnya Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan terduga jaksa itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan dugaan pelanggaran kode etik.

Pelaporan itu dilayangkan Boyamin Saiman selaku Koordinator MAKI ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung Amir Yanto. Boyamin mengasumsikan dari keterangan KPK bila bendera itu ditemukan di Lantai 10 di mana menjadi ruang kerja bidang penuntutan KPK.

Untuk penuntutan KPK diketahui sumber daya manusia berasal dari Kejagung. Dengan asumsi itu maka Boyamin melaporkan terduga jaksa yang berkaitan dengan bendera tersebut ke Korps Adhyaksa.

"Bahwa atas polemik bendera tersebut, patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin PNS sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS," ucap Boyamin dalam keterangannya, Senin (4/10/2021).

"Bahwa meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK namun Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa di manapun bertugas," imbuhnya.

Boyamin pun berharap pelaporannya itu diproses Jamwas Kejagung. Dia mendasari laporannya itu terkait Kode Etik Jaksa, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

"Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menyampaikan permohonan dilakukan pemeriksaan sesuai tata acara di Jamwas Kejagung dan apabila ditemukan fakta, unsur dan bukti dugaan pelanggaran kode etik maka kepada yang bersangkutan diberikan sanksi sesuai derajat pelanggaran atas peristiwa tersebut," kata Boyamin.

Awal Mula Ramai Soal Bendera 'HTI'

Seorang tenaga keamanan atau satpam bernama Iwan Ismail tiba-tiba mengaku dipecat KPK karena memotret bendera yang disebutnya bendera HTI di salah satu ruang kerja di KPK. Peristiwa itu terjadi sekitar September 2019, di mana kala itu KPK masih dipimpin Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Pandjaitan, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang. Sedangkan pimpinan KPK saat ini, yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron, baru dilantik pada Desember 2019.

Dari informasi yang didapat detikcom, foto yang diambil itu berada di Lantai 10 Gedung Merah Putih KPK, yang merupakan zona terlarang untuk didokumentasikan karena di sanalah para jaksa KPK bekerja. Larangan mengambil foto di lantai itu karena terdapat banyak berkas rahasia terkait dengan tugas para jaksa KPK.

Dari foto yang beredar, terlihat ada bendera dengan latar belakang putih dengan tulisan berwarna hitam. Bendera itu diduga merupakan Al Liwa, yaitu bendera dengan tulisan 'tauhid' pada zaman Rasulullah SAW.

Adapun bendera serupa, yaitu dengan latar belakang hitam dengan tulisan putih, disebut dengan 'Ar-Rayah'. Bendera-bendera ini kerap diidentikkan dengan HTI meski sebenarnya berbeda.

Iwan Ismail sendiri mengaku foto bendera itu hendak dilaporkannya ke atasannya di KPK saat itu. Namun Iwan Ismail terlebih dahulu menyebarkannya ke grup WhatsApp eksternal.

KPK sudah memberikan penjelasan mengenai hal tersebut. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan tindakan yang dilakukan mantan petugas satpam KPK tindakan ilegal.

Ali mengatakan pegawai tersebut sengaja menyebarkan hoaks ke pihak eksternal sehingga memperburuk citra KPK. Dengan itu, pegawai tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran berat, sesuai dengan pasalnya.

"Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK," kata Ali.

"Perbuatan-perbuatan ini termasuk kategori Pelanggaran Berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK," tambahnya.[detik]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita