Heboh Bendera HTI di Kantor Lembaga Antirasuah RI

Heboh Bendera HTI di Kantor Lembaga Antirasuah RI

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Bendera mirip bendera Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI di KPK bikin heboh. KPK beri penjelasan utuh.

Keberadaan bendera itu terungkap lewat foto yang awalnya menyebar di grup WhatsApp. 

Adalah eks satpam KPK bernama Iwan Ismail yang mengaku mengambil fotonya lalu menyebarkan foto itu ke rekan-rekan via aplikasi pesan tersebut.

Buntutnya, eks satpam KPK itu dipecat. Iwan keberatan atas pemecatannya. Dia membuat surat terbuka yang ditujukan ke Presiden Jokowi, Dewas KPK, Ketua KPK hingga Ketua WP KPK.

Diketahui peristiwa itu terjadi sekitar September 2019 di mana kala itu KPK masih dipimpin Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang. Sedangkan pimpinan KPK saat ini, yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron, baru dilantik pada Desember 2019.

Dari informasi yang didapat detikcom, foto yang diambil itu berada di Lantai 10 Gedung Merah Putih KPK, yang merupakan zona terlarang untuk didokumentasikan karena di sanalah para jaksa KPK bekerja. Larangan mengambil foto di lantai itu karena terdapat banyak berkas rahasia terkait dengan tugas para jaksa KPK.

Dari foto yang beredar, terlihat ada bendera dengan latar belakang putih dengan tulisan berwarna hitam. Bendera itu diduga merupakan Al Liwa, yaitu bendera dengan tulisan 'Tauhid' pada zaman Rasulullah SAW.

Adapun bendera serupa, yaitu dengan latar belakang hitam dengan tulisan putih yang disebut dengan 'Ar-Rayah'. Bendera-bendera ini kerap diidentikkan dengan HTI meski sebenarnya berbeda.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan tindakan yang dilakukan mantan satpam KPK ilegal. Kala itu tim KPK langsung melakukan pemeriksaan ke beberapa saksi.

Ali mengatakan pegawai tersebut sengaja menyebarkan hoaks ke pihak eksternal sehingga memperburuk citra KPK. Dengan itu, pegawai tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran berat, sesuai dengan pasalnya.

"Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK," kata Ali.

"Perbuatan-perbuatan ini termasuk kategori Pelanggaran Berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK," tambahnya.

Ali menerangkan pegawai tersebut juga melanggar Kode Etik KPK sebagaimana diatur Perkom Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK. Sementara mengenai keberadaan bendera itu, Ali mengatakan tidak membuktikan adanya afiliasi pegawai dengan organisasi tertentu.

"Sedangkan bagi pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan kelompok/organisasi terlarang, sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang atas perbuatannya," ujarnya.

"Namun KPK mengingatkan seluruh insan komisi, demi menjaga kerukunan umat beragama, Insan KPK harus menghindari penggunaan atribut masing-masing agama di lingkungan kerja KPK kecuali yang dijadikan sarana ibadah," imbuhnya.

Eks Satpam Bantah Hoaks

Iwan Ismail, eks Satpam KPK yang dipecat buka-bukaan soal keberadaan bendera yang diyakininya merupakan bendera HTI. Sejak awal menjadi satpam di KPK pada Februari 2018, dia mengaku pernah melihat bendera HTI di dua meja penyidik.

"Saya heran saja, bendera ormas yang sudah dilarang kok masih ada yang pasang. Terus saya potret sengaja sambil menghadap kamera CCTV. Eh, saya dianggap melanggar berat padahal pemilik benderanya tak pernah diperiksa," kata Iwan.


Dia menepis pernyataan Juru bicara KPK Ali Fikri bahwa apa yang disampaikan adalah hoaks.

"Ini bukan hoaks, bendera itu benar ada, bisa diperiksa rekaman CCTV waktu saya motret," tegas Iwan Ismail. Sejak diperiksa Pengawas Internal, ia mengaku ada yang menyapanya, "Iwan Taliban".

"Saya hanya mengambil foto bendera yang mungkin menyebabkan KPK gaduh dan dicap Taliban. Tapi malah saya pun ada yang memanggil Iwan Taliban," ujarnya.

Eks Pegawai KPK Tata Khoiriyah Beri Penjelasan Lengkap

Mantan pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), Tata Khoiriyah, buka suara mengenai polemik tersebut.

Tata menyayangkan hal itu terjadi. Dia lantas membeberkan beberapa poin yang terkait petugas keamanan yang dipecat itu.

Ada lima poin yang disampaikan Tata melalui akun Facebooknya. Awalnya Tata bicara soal tugas Iwan yang merupakan pegawai tidak tetap (PTT) di KPK.

Tata mengatakan Iwan ditempatkan di bagian pengamanan rutan. Tgasnya, pengamanan terhadap tersangka dari rumah tahanan KPK atau rutan lain selama menjalani penanganan perkara.

"Sehingga dia memiliki akses yang terbatas dan khusus untuk bisa memasuki ruangan-ruangan di KPK. Sistem pengamanan di KPK memang sangat ketat dan dibatasi. 

Ada pembagian akses yang ditentukan berdasarkan kewenangan tugas yang dimilikinya. Saat saya masih menjadi bagian Biro Humas KPK, saya hanya bisa mengakses ruangan-ruangan yang bersifat publik dan lingkup kesekjenan. Bahkan saya tidak bisa membuka pintu ruang kerja atasan saya sendiri. Ruangan penindakan (tim penyelidik, penyidik, penuntutan, labuksi, monitor) hanya bisa diakses oleh pegawai di lantai itu sendiri. Termasuk pramusaji (OB) dan petugas kebersihan di lantai tersebut," kata Tata.

Tata juga mengatakan foto yang diambil itu sebuah ruangan di lantai 10. Iwan, kata Tata, tidak memiliki akses ke ruangan tersebut. Apalagi ruangan itu merupakan ruang kerja penuntutan yang diisi para jaksa.

"Lantas dari mana mas Iwan tahu ada bendera terpasang dan memiliki akses untuk masuk ruangan tersebut? Mas Iwan bilang sedang berkeliling cek ruangan, sedangkan tugasnya sendiri ditempatkan di rumah tahanan," kata Tata.

Dari kasus ini, Tata menggarisbawahi Iwan dianggap bersalah karena foto disebar tanpa ada klarifikasi, termasuk tanpa ada penjelasan. Hasil pemeriksaan pengawasan internal, maka ditemukan pelanggaran etik yang dilakukan Iwan.

"Bahkan Mas Iwan sendiri melakukan dengan sengaja framing bahwa bendera tersebut bukti bahwa ada Taliban di KPK," tuturnya.

Tata mengatakan pegawai KPK yang mejanya terdapat bendera tersebut juga turut diperiksa. Bendera tersebut, lanjut Tata, berada di meja dari seorang jaksa, dan jaksa tersebut bukan bagian dari 57+ yang disingkirkan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi.

"Pemilik meja yang ada benderanya, diperiksa juga oleh Pengawas Internal KPK. Bahkan Ia diperiksa juga oleh instansi asalnya. Dicari juga kronologi kenapa bisa bendera tersebut masuk dan tersimpan di meja tersebut. Pemilik meja juga diperiksa sama dengan Mas Iwan apakah memiliki keterkaitan dengan gerakan dan organisasi tertentu? Dan kesimpulannya pemilik meja tidak memiliki keterkaitan dengan afiliasi tertentu," katanya.

"Mas Iwan ini dinyatakan bersalah atas: masuk ruang kerja yang bukan menjadi ranah/kewenangannya, terbukti dengan sengaja dan tanpa hak telah menyebarluaskan informasi tidak benar kepada pihak eksternal, Menuduh orang terlibat HTI tanpa ada klarifikasi terlebih dahulu. Disamping itu, Mas Iwan sendiri tidak profesional, apabila ia memiliki dugaan atas pelanggaran etik lewat bendera tersebut, harusnya ia melaporkan ke atasan langsung. Namun yang dilakukan olehnya adalah menyebarluaskan ke publik," paparnya.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita