Dwifungsi TNI-Polri Kembali Dicanangkan, Pengamat: Pemerintah Tidak Boleh Melanggar UU

Dwifungsi TNI-Polri Kembali Dicanangkan, Pengamat: Pemerintah Tidak Boleh Melanggar UU

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Wacana dwifungsi aparat TNI dan Polri yang diisukan bakal bangkit mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Sebagaimana diketahui, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berencana untuk mengangkat perwira Polri menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur yang masa jabatannya berakhir jelang Pemilu.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengungkapkan buruknya wacana tersebut apabila nanti berlaku.

Sebenarnya, kata dia, banyak sekali pilihan lain. Di antaranya kebijakan yang bisa ditempuh pemerintah ialah dengan mencari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki integritas dan jam terbang yang tinggi.

Adapun ASN tersebut bisa diambil dari lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Banyak sekali pilihan lain. Carilah ASN yang berintegritas, yang punya pengalaman, dan kompetensi. Terutama di lingkungan kementerian dalam negeri,” kata Hanta, dikutip dari Medcom pada Jumat, 1 Oktober 2021.

Terkait alasan dari pihak Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo yang sengaja memilih aparat TNI-Polri lantaran ASN di Kemendagri menipis, sebenarnya itu tidak mungkin terjadi.

Hal itu lantaran, tidak mungkin semua eselon I Kemendagri mengisi posisi gubernur di 17 Provinsi yang menggelar Pilkada.

Tidak boleh dilanggar meskipun ada celah!

Hanta mengatakan, pengangkatan antar sektor Kementerian sebenarnya juga dapat dilakukan.

Dia pun menyarankan apabila opsi itu diambil agar calon Plt Gubernur dari Kementerian Hukum dan HAM jadi penggantinya karena dianggap masih bersinggungan dengan jabatan tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam undang-undang diatur bahwa anggota TNI dan Polri yang masih aktif dilarang menduduki jabatan sipil. Aturan itu masing-masing tertuang dalam UU no, 34 Tahun 2004 dan UU Nomor 2 Tahun 2002.

Oleh sebabnya Hanta menilai pemerintah tidak boleh melanggar undang-undang yang ada walaupun memiliki berbagai celah.

“Pemerintah tidak boleh melanggar undang-undang, meskipun ada celah, dan ada presedennya,” imbuh Hanta. [hops]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita