Rais Aam NU: Waspadai Orang-Orang Bertopeng’ yang Punya Kepentingan Lima Tahun Sekali

Rais Aam NU: Waspadai Orang-Orang Bertopeng’ yang Punya Kepentingan Lima Tahun Sekali

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, menyampaikan pidato secara virtual dalam penutupan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2021, Ahad (26/9). 

Dia menyinggung soal 'senjata' yang diperlukan NU sebagai bentuk kewaspadaan dalam menghadapi kepentingan dadakan. 

Kiai Mif, begitu akrab disapa, mengatakan saat ini yang dihadapi NU beraneka-ragam. Ada sebagian kalangan yang melihat NU sudah menguasai Indonesia selama puluhan tahun. 

NU menjadi pusat perhatian dan sebagian kalangan itu menunggu kapan giliran mereka. "Kita menjadi pusat perhatian. Macam-macam, karena kagum, mahabbah, atau karena ingin ikut bercocok-tanam untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ada yang perhatian karena ingin mengganggu-ganggu dan ini bisa terjadi lima tahun sekali," ungkapnya. 

Karena itu, dalam kondisi saat ini, Kiai Mif mengingatkan untuk selalu waspada terlebih di era hoaks yang sudah menjadi referensi bagi banyak orang. "Maka su'udhan (berprasangka buruk) ini harus menjadi senjata pada saat-saat ini," jelasnya.

Kiai Mif mengakui, su'udhan adalah sebagian dari perbuatan dosa. Namun, kata dia, itu prasangka kepada orang-orang yang telah nyata kebaikannya. 

"Tetapi pada orang-orang yang bertopeng, yang punya kepentingan-kepentingan mendadak, atau lima tahun sekali, ini yang perlu kita waspadai," tutur dia.

Dia juga menyampaikan bahwa Rasulullah mengajarkan untuk menjaga diri dari kejahatan dengan sikap su’udhan. 

"Paling tidak, su'udhan hasanah. Karena itu, kita tidak menganggap aneh dan asing manakala perjalanan ini akan mendapat gangguan dan upaya untuk mengkerdilkan kita, membonsai kita," ucapnya.

Menurut Kiai Mif, satu-satunya jalan adalah bagaimana NU menjadi organisasi sistemik dan selalu turun ke bawah serta bisa membaca dan mendeteksi detak-detak yang terjadi di tengah masyarakat untuk mengetahui apa kebutuhannya. 

"Menjelang satu abad (usia NU), memasuki abad kedua, diperlukan kewaspadaan dan meningkatkan kesungguhan yang ada," imbuhnya. [republika]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA