Cara Santai Panglima Respons Gatot Soal Isu Komunis di Tubuh Tentara

Cara Santai Panglima Respons Gatot Soal Isu Komunis di Tubuh Tentara

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo menuding adanya indikasi penyusupan paham komunis ke dalam tubuh TNI. 

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto merespons santai tudingan Gatot itu.

Gatot sendiri menyampaikan itu dalam acara webinar berjudul 'TNI Vs PKI' pada Minggu (26/9) kemarin. Awalnya Gatot menceritakan terkait sejarah pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.

Dia menyebut pemberontakan PKI sudah dimulai pada 1948 atau tiga tahun setelah Indonesia merdeka. Dia menuturkan di usia Indonesia yang semuda itu, PKI di Madiun sudah berupaya mengambil alih Indonesia.

"Bayangkan bagaimana suasana kebangsaan kita tahun 1948, negara masih dalam usia sangat belia, terjadi mega politik sangat tinggi, dan hadapi agresi militer Belanda, peluang ini dimanfaatkan (PKI) untuk kudeta pada tahun 1948. Disertai tiga ciri khas, menculik, menganiaya terhadap warga sipil, polisi dan ulama. Tapi melalui suatu operasi militer terutama pasukan Siliwangi, pada akhir November 1948, pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas," ucap Gatot.

Pasca-peristiwa itu, Gatot Nurmantyo menyebut PKI muncul lagi di Pemilu 1955. Dia menyebut kala itu PKI sudah jadi partai terbesar kedua setelah PNI.

Gatot menceritakan upaya pemberontakan PKI yang terbesar pada peristiwa G30SPKI. Dia mengatakan saat itu ada 7 pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa tersebut.

"Tentu bukan hanya tentara, tidak sedikit korban jatuh akibat kekejaman PKI dari kalangan masyarakat terutama para ulama, tapi alhamdulillah dengan pemerintahan Jenderal TNI Soeharto, saat itu Pangkostrad, dibantu oleh Letjen TNI Sarwo Edhie Wibowo pada saat itu Komandan Resimen Parako, dibantu KKO, para ulama, serta ormas, para pemuda, terutama HMI, serta rakyat, upaya jahat PKI bisa ditumpas habis," ucapnya.

Gatot kemudian menyinggung terkait masih ada-tidaknya PKI di era sekarang. Dia menegaskan komunisme di Indonesia masih ada meski selalu dibantah berbagai pihak.

"Pertanyaan tadi yang sangat ditunggu, masih adakah komunisme? Jawabannya jelas masih ada, dan terhadap apa yang saya sampaikan tentang PKI tentu selalu ada yang membantah dengan berbagai cara dan pendekatan, bagi saya itu sah-sah aja di negara demokrasi. Menghadapi komunis hari ini, sangat benar bahwa PKI sebagai organisasi sudah dibubarkan, benar pula hari ini ideologi komunis sudah tidak laku di dunia, tetapi pengalaman di Indonesia merupakan fakta yang tak terbantahkan bahwa PKI dengan serta-merta mudah saja melakukan pemberontakan," ujarnya.

Gatot lantas membeberkan bukti-bukti masih adanya PKI di Indonesia lewat insiden perusakan museum Kostrad. Dia menyebut dalam museum ada sejumlah bukti peristiwa penumpasan komunisme, seperti patung yang dihilangkan.

"Bukti nyata jurang kehancuran itu adalah persis di depan mata, baru saja terjadi adalah Museum Kostrad, betapa diorama yang ada di Makostrad, dalam Makostrad ada bangunan, bangunan itu adalah kantor tempatnya Pak Harto (Soeharto) dulu, di situ direncanakan gimana mengatasi pemberontakan G30SPKI di mana Pak Harto sedang memberikan petunjuk ke Pak Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Parako dibantu oleh KKO," tuturnya

"Ini tunjukkan bahwa mau tidak mau kita harus akui, dalam menghadapi pemberontakan G30SPKI, peran Kostrad, peran sosok Soeharto, peran Kopassus yang dulu Resimen Para Komando dan Sarwo Edhie, dan peran Jenderal Nasution, peran KKO jelas akan dihapuskan dan (tiga) patung itu sekarang tidak ada, sudah bersih," lanjutnya.

Gatot Nurmantyo mengaku menerima informasi langsung soal patung-patung yang sudah tidak ada lagi di Museum Makostrad. Gatot mengatakan awalnya tidak percaya dengan informasi itu, namun akhirnya dia mengutus orang untuk mengecek secara langsung.

"Saya utus seseorang yang tidak bisa saya sebutkan di sana dan memfoto ruangan itu dan dapatkan foto dari video itu yang terakhir sudah kosong," katanya.

Dari situ Gatot menganggap adanya kemungkinan sudah berkembangnya paham komunis di tubuh TNI.

"Maka saya katakan ini kemungkinan sudah ada penyusupan paham-paham kiri, paham-paham komunis di tubuh TNI," tuturnya.

Dia lalu meminta agar TNI AD, TNI AL, dan TNI AU bersatu untuk membersihkan penyusupan PKI di tubuh TNI. Dia meminta agar TNI membersihkan jajaran dari indikasi penyusupan itu.

"Saya ulangi Ini berarti sudah ada penyusupan di dalam tubuh TNI, dalam kesempatan ini saya mengetuk jiwa patriotisme dan ksatria prajurit TNI AD, TNI AL, dan TNI AU agar bersama-sama membersihkan jajaran TNI dari penyusupan maupun pengaruh akan merusak jiwa-jiwa prajurit TNI dan bisa menyebabkan pengkhianat minimal atau pun menjual institusi hanya untuk sekedar jual jabatan dan akan bermuara pada ingkar, pada sumpah pada Allah. Bersihkan semuanya agar peristiwa kelam yang lalu tidak terjadi lagi," sebut Gatot.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto enggan terlibat dalam polemik isu komunis di TNI yang dikaitkan dengan hilangnya patung para tokoh militer terdahulu dari Markas Kostrad. Hadi menilai isu tersebut tak dapat dibuktikan secara ilmiah.

"Saya tidak mau berpolemik terkait hal yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Tidak bisa suatu pernyataan didasarkan hanya kepada keberadaan patung di suatu tempat," kata Hadi kepada detikcom, Senin (27/9/2021).

Hadi menuturkan Kostrad pun sudah mengklarifikasi soal latar belakang patung para tokoh TNI kini tak lagi berada di Museum Dharma Bhakti, "Masalah ini sudah diklarifikasi oleh institusi terkait," ucap Hadi.

Hadi menilai pernyataan Gatot Nurmantyo sebagai pengingat dari senior kepada junior. Agar TNI senantiasa waspada dan mencegah kembali terjadinya peristiwa kelam seperti saat Orde Lama.

"Saya lebih menganggap statement tersebut sebagai suatu nasihat senior untuk kita sebagai Prajurit Aktif TNI. (Agar) senantiasa waspada, agar lembaran sejarah yang hitam tidak terjadi lagi," ujar Hadi.

Hadi menerangkan TNI selalu mengutamakan faktor mental dan ideologi. Eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) ini menambahkan institusinya telah menjadikan pengawasan terkait ideologi sebagai agenda utama.

"Sebagai institusi, TNI selalu mempedomani bahwa faktor mental dan ideologi merupakan sesuatu yang vital. Untuk itu, pengawasan intensif baik secara eksternal maupun internal selalu menjadi agenda utama. Bukan saja terhadap radikal kiri, tetapi juga terhadap radikal kanan dan radikal lainnya," pungkas Hadi.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita