Paradoks PPnBM 0% Diperpanjang saat Aturan Pajak Sembako Digodok

Paradoks PPnBM 0% Diperpanjang saat Aturan Pajak Sembako Digodok

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Beberapa kalangan mengritik perpanjangan relaksasi atau diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). 

Kebijakan itu disorot karena berbenturan dengan wacana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor pendidikan dan sembako.

Kebijakan perpanjangan PPnBM 0 persen sebenarnya selesai pada Mei 2021. Namun, karena berhasil, maka diperpanjang sampai Agustus 2021.

Program relaksasi PPnBM ini dimulai untuk mobil penumpang 1.500cc dengan kandungan lokal tertentu. Skemanya, per tiga bulan diberlakukan perubahan potongan pajak, yakni Maret-Mei diskon 100 persen, Juli-Agustus 50 persen, dan Oktober-Desember 25 persen.

Pada Maret diskon PPnBM 100 persen diberlakukan terjadi kenaikan hingga 28,85 persen. Lalu pada April 2021, lonjakan penjualan mencapai 227 persen dibanding periode yang sama tahun 2020 lalu.

Sampai saat ini, pemerintah masih berupaya untuk pemulihan ekonomi nasional. Sehingga, memperpanjang keringanan PPnBM dianggap sebagai salah satu jalan yang tepat.

"Kementerian Keuangan sudah senada dengan kami, bahwa PPnBM DTP dapat diperpanjang. Hal ini sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, diperlukan terobosan untuk tetap menciptakan iklim usaha yang kondusif di tengah kondisi pandemi. 

Ini bertujuan membangkitkan kembali gairah usaha di tanah air, khususnya sektor industri, yang selama ini konsisten berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Minggu (13/6/2021).

Perpanjangan PPnBM Jadi Sorotan

Perpanjangan keringanan PPnBM jadi sorotan beberapa kalangan. Pemerintah diminta adil dalam kondisi pandemi virus Corona (COVID-19) tersebut.

"Pertama pajak itu cermin pelaksanaan administrasi keadilan sosial. Jika pajak sembako dikenakan dan pajak mobil diperpanjang keringanannya tentu jomplang ketidak-adilannya," ucap elit PKS Mardani Ali Sera, saat dihubungi, Minggu (13/6/2021).

Menurut Mardani, seharusnya negara hadir membantu masyarakat bawah. Terlebih, saat ini masih masa pandemi virus Corona yang mempengaruhi ekonomi masyarakat.

"Di masa pandemi negara mestinya hadir membersamai dan membantu mereka yang terbawah. Setelah dihentikan BLT (bantuan langsung tunai) pandemi dan direncanakan tarif dasar listrik kemungkinan naik kian jelas beratnya beban masyarakat bawah," ujarnya.

"Ayo pemerintah pusat jadi ayah bagi masyarakat semua," ucapnya.

Selain itu, komentar juga muncul dari anggota DPR Fraksi Partai Demokrat (PD) Herman Khaeron. Herman berpendapat, sebenarnya keringanan pajak bisa sebagai stimulus ekonomi.

"Kebijakan pemberian stimulus dan intensif dikala sedang krisis ekonomi adalah cara untuk membangkikan kembali ekonomi. Namun jangan pula di saat yang sama PPnBM bagi mobil baru di nol persenkan tetapi PPN dinaikan dan bahkan sektor pendidikan dan sembako rencana dikenakan pajak," katanya saat dihubungi.

Dia mengkritik pemerintah karena perbedaan kebijakan tersebut. "Ini namanya tidak adil dan menyusahkan rakyat kecil," ucapnya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita