Khawatirnya HRS Pengadilan Dikepung Buntut Imam Besar Disindir Jaksa

Khawatirnya HRS Pengadilan Dikepung Buntut Imam Besar Disindir Jaksa

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO -  khawatir pernyataan jaksa soal 'imam besar hanya isapan jempol' membuat jutaan pengikutnya datang ke pengadilan. 

HRS takut omongan jaksa itu ditafsirkan tantangan oleh pengikutnya.
Awal Mula Pernyataan Jaksa
Pernyataan jaksa yang menyebut imam besar hanya isapan jempol itu disampaikan saat sidang replik. 

Jaksa menyampaikan Rizieq acap kali menyampaikan kata-kata yang tidak sehat dan emosional. Jaksa juga menilai Rizieq sembarangan menuding lewat pleidoi pada persidangan 10 Juni kemarin.

"Sudah biasa berbohong, manuver jahat, ngotot, keras kepala, iblis mana yang merasuki, sangat jahat dan meresahkan, sebagaimana dalam pleidoi. Kebodohan dan kedunguan, serta kebatilan terhadap aturan dijadikan alat oligarki sebagaimana pada pleidoi," kata jaksa saat itu.

Kalimat-kalimat tidak etis dinilai jaksa tidak pantas diucapkan oleh tokoh agama. Tapi Rizieq didengarnya bergelar imam besar. Tepat di sinilah jaksa menilai gelar itu cuma bohong.

"Kalimat-kalimat seperti inilah dilontarkan terdakwa dan tidak seharusnya diucapkan yang mengaku dirinya ber-akhlakul karimah, tetapi dengan mudahnya terdakwa menggunakan kata-kata kasar sebagaimana di atas. Padahal status terdakwa sebagai guru, yang dituakan, tokoh, dan berilmu ternyata yang didengung-dengungkan sebagaimana imam besar hanya isapan jempol belaka," tutur jaksa.

Tanggapan Habib Rizieq

Habib Rizieq kemudian menanggapi pernyataan jaksa itu. HRS mengaku tidak tersinggung ketika jaksa menyatakan sebutan 'imam besar hanya isapan jempol'.

"Sebutan imam besar untuk saya datang dari umat Islam yang lugu dan polos serta tulus di berbagai daerah di Indonesia. Saya pun berpendapat sebutan ini untuk saya agak berlebihan. Namun saya memahami bahwa ini adalah romzul mahabbah, yaitu tanda cinta dari mereka terhadap orang yang mereka cintai," ucap Rizieq saat membacakan duplik atau tanggapan replik jaksa terkait kasus swab RS Ummi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (17/6/2021).

Dia mengaku tak tersinggung jika jaksa meragukan sebutan imam besar itu. Namun dia khawatir umatnya menganggap pernyataan itu sebagai hinaan.

Dia juga khawatir Pengadilan Negeri Jakarta Timur dikerumuni pendukungnya pada sidang vonis nanti. Dia mengatakan pernyataan jaksa itu bisa menimbulkan kebencian di kalangan pendukungnya.

"Dan saya lebih khawatir lagi kalau hinaan JPU tersebut akan ditafsirkan oleh umat Islam Indonesia sebagai tantangan, sehingga akan jadi pendorong semangat mereka untuk datang dan hadir serta mengepung dari segala penjuru Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini, untuk menyaksikan langsung sidang terakhir, yaitu sidang putusan pada hari Kamis tanggal 24 Juni 2021 yang akan datang," katanya.

Dia pun menasihati jaksa agar berhati-hati dalam berkata terkait sebutan imam besar. Menurutnya, pendukungnya siap membela dirinya jika dihina orang lain.

"Nasihat saya kepada JPU agar hati-hati. Jangan menantang para pecinta, karena cinta itu punya kekuatan dahsyat, yang tak kan pernah takut akan tantangan dan ancaman. Saya tidak bisa membayangkan di masa pandemi yang semakin parah ini, bagaimana jika jutaan pecinta yang kemarin menyambut kepulangan saya di Bandara terprovokasi oleh tantangan JPU, lalu berbondong-bondong mendatangi pengadilan ini dari segala penjuru," sebutnya.

Dia pun menyebut pendukungnya lebih dari 7 juta orang, angka ini disebutnya dari beberapa aksi. Dia khawatir pendukungnya yang jutaan orang itu mengerumuni PN Jaktim.

"Apalagi jika 7,5 juta peserta aksi 212 tahun 2016, terlebih-lebih 15 juta peserta reuni 212 tahun 2018, yang datang berbondong-bondong mengepung pengadilan ini untuk menyambut tantangan JPU sekaligus membuktikan kekuatan cinta mereka, maka saya lebih tidak bisa membayangkannya lagi. Sekali lagi nasihat saya untuk JPU dan juga untuk semua musuh yang membenci saya, hati-hati, jangan menantang para pecinta, karena cinta tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan kebencian," katanya.

GP Ansor Bersuara

GP Ansor turut mengomentari soal kekhawatiran HRS. GP Ansor meminta pemerintah menindak tegas setiap kerumunan.

"Itu psywar saja. Yang penting bagaimana ketegasan pemerintah terlebih lagi sekarang kondisi pandemi," kata Wakil Ketua Umum GP Ansor Moh Haerul Amri kepada wartawan, Kamis (17/6/2021).

Haerul menjelaskan istilah 'imam' itu berarti orang yang menjadi panutan dalam perilaku dan ucapan. Jika ditambahi menjadi 'imam besar', kata Haerul, maknanya tentu akan jauh lebih besar lagi.

"Kalau kita berbicara pada konteks ini, dengan segala permohonan maaf saya, pantaskah Habib Rizieq dianggap sebagai imam besar, yang pada kenyataannya menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia beberapa kali beliau tersangkut hukum atas perilakunya-ucapannya. Perlu ditiru atau tidak? Pantas nggak mendapatkan gelar atau embel-embel sebagai imam besar," ujar Haerul.

Haerul kemudian menjelaskan dua organisasi besar di Indonesia, yaitu NU dan Muhammadiyah. Menurut Haerul, Ketua Umum PBNU dan Muhammadiyah tak pernah menganggap dirinya sebagai imam besar.

"Itu menandakan tingkat egaliterian, tingkat ketawaduan pemimpin terhadap umatnya sangat dekat sekali, tanpa embel-embel sebagai imam besar pun mereka sudah menjadi tokoh menjadi panutan, menjadi imam dari masing-masing organisasinya, tanpa mengesampingkan organisasinya lainnya," ujar Haerul.(dtk)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA