Belum Terbitkan Seluruh Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja, Jokowi Digugat

Belum Terbitkan Seluruh Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja, Jokowi Digugat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Advokat Viktor Santoso Tandiasa menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. 

Penggugat menilai Jokowi lalai karena belum menerbitkan seluruh peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Salah satunya terkait peraturan turunan UU Administrasi Pemerintahan.

"Kami resmi mendaftarkan gugatan perbuatan melanggar hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang dilakukan Presiden atas tindakan tidak diterbitkannya Peraturan Presiden tentang fiktif positif sebagaimana diatur dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan yang mengakibatkan kekosongan hukum untuk menempuh upaya fiktif positif ke PTUN dengan Nomor Perkara 123/G/TF/2021/PTUN.JKT," kata kuasa hukum pemohon, Eliadi Hulu, kepada wartawan, Selasa (11/5/2021).

Penggugat memiliki sejumlah argumen, salah satunya ialah terjadi perubahan dalam UU Administrasi Pemerintahan terutama dalam ketentuan yang mengatur tentang Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan setelah UU Cipta Kerja berlaku. Sebelum ada UU Cipta Kerja, upaya fiktif positif dilakukan melalui mekanisme di PTUN. Namun dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja, upaya fiktif positif melalui mekanisme PTUN dihapus.


"Sehingga sejak UU Cipta Kerja diundangkan, PTUN tidak lagi berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus permohonan fiktif positif," ujar Eliadi.

Contoh kasus dalam Putusan PTUN Nomor 24/P/FP/2021/PTUN.PL yang menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak diberikan kewenangan lagi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan mengenai permohonan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintah untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan mengacu pada ketentuan Pasal 175 UU Cipta Kerja yang telah mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan.

"Persoalannya, sejak UU Cipta Kerja diundangkan, hingga saat ini, Presiden Republik Indonesia belum menerbitkan Peraturan Presiden yang mengatur tentang ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum berdasarkan amanat Pasal 53 ayat (5) UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana termuat dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja," beber Eliadi.

"Sehingga, saat ini terjadi kekosongan hukum (aturan) dalam melaksanakan Perubahan Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja," sambung Eliadi.

Padahal dalam UU Cipta Kerja, terdapat tenggat waktu paling lama 3 bulan bagi Pemerintah cq Presiden wajib untuk menetapkan peraturan pelaksana. Hal itu diatur dalam Pasal 185 huruf a UU Cipta Kerja.

"Artinya 3 bulan sejak UU Cipta Kerja disahkan dan diundangkan (tanggal 2 November 2020), maka paling lama (tanggal 2 Februari 2021) seluruh peraturan pelaksana UU Cipta Kerja sudah harus diterbitkan. Termasuk Peraturan Presiden tentang fiktif positif sebagai tindak lanjut dari perubahan Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan sebagaimana termuat dalam Pasal 175 UU Cipta Kerja," kata Eliadi.

Akibat belum diaturnya mekanisme fiktif positif di atas, penggugat menyatakan secara khusus dan seluruh advokat ataupun masyarakat mengalami kerugian gara-gara terdapat kekosongan hukum. Oleh karenanya, maka dapat dikatakan telah melakukan tindakan faktual berupa sikap diam/tidak melakukan perbuatan konkret dalam bentuk tidak mengeluarkan keputusan 'besluiten' (dibaca: Peraturan Presiden).

"Sedangkan hal itu menjadi kewajibannya," cetus Eliadi.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita