Soal Denwalsus, Pakar Risau Kemenhan Jadi Kembaran Cilangkap

Soal Denwalsus, Pakar Risau Kemenhan Jadi Kembaran Cilangkap

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO -   Peneliti militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Haripin risau keberadaan datasemen pengawal khusus (denwalsus) yang dibentuk Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto makin menunjukkan dominasi militer di Kementerian Pertahanan.

Menurutnya, kini semakin banyaknya anggota TNI aktif yang berada di Kemhan. Sebaliknya, hampir jarang warga sipil yang menduduki jabatan struktural di Kemhan.

"Sekarang ditambah lagi pengawal khusus. Karena itu, semoga Kemhan tidak berubah rupa jadi saudara kembar Cilangkap (Mabes TNI)," kata dia, melalui pesan singkat, Senin (12/4).

Haripin menyebut menteri-menteri pertahanan sebelum Prabowo tak pernah 'genit' membentuk satuan baru sejenis denwalsus. Terlebih, kata dia, pada dasarnya setiap menteri telah memiliki standar protokol pengamanan yang memang disiapkan negara.

"Menhan yang dulu juga tidak punya detasemen khusus seperti itu. Kenapa sekarang ada? Kemhan sebaiknya menjelaskan ke publik soal tujuan, asal anggaran, dan lain-lain dari kebijakan tersebut," kata dia.

Pembentukan datasemen khusus ini pun, menurutnya, malah dianggap tidak lazim lantaran ada permintaan khusus Prabowo kepada Panglima TNI soal fisik prima bagi calon anggota denwalsus.

Dia tak memungkiri hal itu memang sah dilakukan Prabowo meski tetap pertimbangan pengalaman harusnya jadi yang utama.

"Apa yg diputuskan Kemhan, menurut saya tidak lazim tapi sah-sah saja jika menteri merasa perlu pengamanan ekstra," kata dia, "Tentu harusnya pengalaman yang diutamakan".

Pembentukan Denwalsus sendiri pertama kali diketahui publik berkat unggahan video di Instagram resmi ajudan Prabowo, Rizky Irmansyah.

Dalam rekaman video yang diunggah ke media sosial pada Kamis (8/4) itu memperlihatkan puluhan orang yang sedang berbaris di suatu tempat. Pasukan itu terlihat mengenakan pakaian dinas lapangan loreng hijau hitam dilengkapi baret.

Rizky dalam keterangan videonya menyebut Denwalsus memiliki tugas di bidang pengawalan dan pengamanan. Di antaranya menjaga keamanan markas Kementerian Pertahanan (Kemhan), Prabowo, tamu-tamu khusus Kementerian Pertahanan dan tugas penting lainnya.

Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan, Marsma Penny Rajendra mengkonfirmasi bahwa pembentukan Denwalsus itu terkait tugas protokoler.

Lihat juga: Tim Mawar di Kemhan, Jokowi Dinilai Ingkar Janji Soal HAM
"Iya [Prabowo membentuk Denwalsus]. Protokol itu, protokol," kata dia, Jumat (9/4).

Soal permintaan khusus soal fisik prima calon anggota Denwalsus, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut itu terkait dengan tugas pasukan tersebut sebagai tampilan depan perwakilan negara.

"Karena menjadi 'tampilan depan' dalam upacara penyambutan makanya Pak Menhan memberikan perhatian khusus terkait hal ini, karena ini menjadi salah satu simbol wibawa kita sebagai bangsa dan negara," ucap dia.

Dalam makalahnya bertajuk 'Kementerian Pertahanan: Birokrasi Sipil dan Hierarki Militer' yang dikutip dari situs Kemenristek, akademisi dari Unpad Yusa Djuyandi dan Muhammad Gufran Ghazian menyebut pentingnya demiliterisasi di tubuh Kemenhan terkait dengan amanat reformasi 1998 yang hendak mengembalikan TNI ke barak.

Sayangnya, setelah sempat dipimpin kalangan sipil, yakni Juwono Sudarsono dan Mahfud MD, yang juga memberi banyak tempat bagi pejabat sipil di lembaga itu, Kemenhan dinilai mengalami kemunduran lantaran makin didominasi kalangan TNI.

Sekalipun penempatan prajurit TNI di Kemenhan dibenarkan oleh UU TNI, keduanya menyebut dominasi berlebih dari militer di lembaga sipil seperti Kemenhan memberi dampak negatif.

Di antaranya, obstruksi pada komunikasi. Sebab, pola komunikasi militer bersifat top down, alias segala sesuatu mesti mengikuti perintah atasan. Sementara, lembaga sipil harusnya berkomunikasi secara bottom up, dimana keputusan bisa diambil berdasarkan usulan dari bawah. Dampak lainnya, proses koordinasi juga hanya formalitas.

"Kementerian Pertahanan yang merupakan lembaga sipil mengalami banyak obstruksi dalam pelaksanaannya. Di antaranya disebabkan banyaknya unsur militer yang masuk dan mendominasi internal kementerian pertahanan," menurut kedua peniliti tersebut. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA