PPATK: Potensi Kerugian Negara karena Korupsi Sejak 2013 Capai Rp 135 Triliun

PPATK: Potensi Kerugian Negara karena Korupsi Sejak 2013 Capai Rp 135 Triliun

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendesak RUU Perampasan Aset segera disahkan, demi merampas hasil tindak pidana yang bermotif ekonomi, seperti korupsi dan narkotika. 

Sebab selama ini, PPATK menilai penyelamatan aset hasil korupsi dan narkoba belum optimal. Sebab, adanya kekosongan hukum dalam perampasan aset. 

Bahkan menurut PPATK, belum optimalnya penyelamatan aset serta kekosongan hukum perampasan aset, membuat potensi kerugian negara dari kasus korupsi terus meningkat sejak 2013. 

"Belum optimalnya penggunaan follow the money pada penanganan korupsi mengakibatkan semakin meningkatnya potensi kerugian negara dari tindak pidana korupsi. Selama 2013 dan 2020 hampir mencapai angka Rp 135 triliun," ujar Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, dalam acara Legal Forum di Jakarta, Kamis (29/4). 

Sedangkan berdasarkan putusan pengadilan periode 2016-2018, kata Ediana, nilai kejahatan yang bisa dibuktikan sebesar Rp 10,39 triliun. 

"Dari jumlah tersebut sebesar Rp 8,48 triliun atau 81,59 persen berasal dari tindak kejahatan narkotika, korupsi, dan perbankan," ucapnya. 

Namun menurut Ediana, berdasarkan hasil penilaian PPATK selaku intelijen keuangan, hasil kejahatan yang diperoleh sebenarnya lebih dari Rp 10,39 triliun. 

"Penilaian agregat atas transaksi yang diperiksa berdasarkan analisis intelijen, angkanya jauh melampaui angka tersebut. Contohnya data transaksi pada kasus narkotika FY melibatkan angka Rp 27 triliun dan untuk data transaksi narkotika LB Rp 181 triliun yang melibatkan banyak yurisdiksi dan negara," ucapnya. 

Berkaca pada terus meningkatnya potensi kerugian negara dari hasil tindak pidana, Ediana mendesak perlunya RUU Perampasan Aset yang telah disusun sejak 2003 untuk disahkan. Namun berdasarkan prolegnas prioritas 2021 yang ditetapkan DPR, RUU Perampasan Aset tidak masuk di dalamnya. 

"Kegagalan pemberantasan korupsi, narkoba, tindak pidana dalam motif ekonomi lainnya tidak saja disebabkan semakin kompleksnya tipologi dan modus operasi pencucian uang, juga melalui pemanfaatan kekosongan hukum, khususnya tentang upaya penyelamatan aset atau asset recovery," tutupnya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita