Pendeta Cabuli Siswi SD, Ibu Korban: Anak Saya Disuruh Oral dan Diraba-raba Dadanya

Pendeta Cabuli Siswi SD, Ibu Korban: Anak Saya Disuruh Oral dan Diraba-raba Dadanya

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Orangtua korban pencabulan anak SD di salah satu sekolah swasta di Medan Selayang, Kota Medan membeberkan kisah tragis yang dialami putrinya.

Ibu korban berinisial NS (40) menyebutkan putrinya pernah dibawa ke hotel oleh oknum kepala sekolah (kepsek) berinisial BS tersebut.

NS pun telah melaporkan kepsek di SD tersebut ke Polda Sumut.

NS, yang didampingi suaminya, menceritakan kejadian ini bermula pada 31 Maret 2021, saat sekelompok orang tua yang mendatangi rumahnya dan menceritakan kejadian pencabulan di sekolah terhadap GHS.

"Terungkapnya dua minggu lalu. Ada orang tua murid kawan-kawan anak saya yang masih aktif sekolah. Mereka bilang terjadi di sekolah katanya kepsek ini ada melakukan pelecehan sama anak-anak. Dan sudah berdamai dengan kepala sekolah itu ada korbannya dua orang," ungkapnya kepada tribunmedan.com, Selasa (13/4/2021).

Lalu, orangtua tersebut ternyata juga menyampaikan kabar bahwa anak NS juga sering dipanggil oleh kepsek BS ke ruangannya.

Mendengar informasi itu, NS membujuk anaknya untuk menceritakan kebenaran kejadian tersebut.

Dengan menangis dan bergetar, anaknya yang saat itu masih duduk di kelas 5 SD berumur 10 tahun menceritakan kejadian yang dialaminya.

"Baru mereka menceritakan bahwa anak saya juga sering dipanggil ke ruangan kepala sekolah tersebut. Dan akhirnya kami bujuk supaya cerita. Anak saya sampai gemetar tangannya, dia tutup muka menangis menceritakan semuanya," jelasnya.

NS menyebutkan bahwa anaknya tersebut sering dipanggil ke ruangan kepsek dan disuruh untuk kayang, lalu anaknya digerayangi di bagian dada.

Selain itu, anaknya juga pernah dibawa pelaku ke hotel melati di daerah Medan Selayang dan ke rumah pelaku di Medan Tuntungan pada saat jam sekolah.

"Dia cerita sambil nangis, kami tanya disuruh ngapain terus dia jawab untuk oral. Di penginapan sudah ada tiga kali dibawa terus dibawa ke rumah pelaku. Itu dibawa pada saat jam sekolah, alasannya katanya mau bawa ke kantor camat ambil piala. Kalau di ruangannya, dia disuruh kayang terus dadanya diraba-raba dadanya, matanya ditutup pakai kain, dipangkunya terus diraba dadanya," tutur NS.

Tak terima dengan perlakuan tersebut, NS bersama suaminya akhirnya melaporkan kejadian yang telah berlangsung pada 2018 hingga 2019 tersebut ke Polda Sumut.

"Besoknya kami langsung ke Polda Sumut, saya tak terima betul anak saya dibuat seperti itu. Ini membuat kami terpukul. Dan dari cerita semua korban, anak saya yang paling parah," tegasnya.

Ia menyebutkan bahwa saat ini keluarga telah membawa korban ke psikiater untuk menceritakan kejadian tersebut dan anaknya mengaku tidak ada dimasukkan ke kemaluannya.

"Setelah dua jam dibujuk psikater dia akhirnya menceritakan semuanya. Dan mengaku tidak ada dimasukkan oleh pelaku," tutur NS.

NS menyebutkan bahwa saat ini sudah ada 6 orang korban yang sudah pernah mengaku dicabuli oleh oknum Kepsek BS tersebut.

Kata NS, saat ini anaknya telah duduk di bangku SMP.

Adapun laporan keluarga diterima Polda Sumut dengan bukti Laporan Polisi Nomor: STTLP/640/IV/2021/SUMUT/SPKT I tertanggal 1 April 2021.

Belakangan, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyebutkan bahwa oknum kepsek itu adalah seorang pendeta.

Arist Merdeka Sirait menyebutkan ada 7 siswi SD yang menjadi korban oknum kepsek BS.

Arist sendiri mengaku sudah menerima laporan dari orangtua korban pada 9 April 2021 lalu.

"Jadi awalnya ada dua orang tua datang pada hari Jumat lalu mengabarkan peristiwa pencabulan ini. Dan menyampaikan dokumen-dokumen. Sebenarnya ada tujuh korban," ungkapnya kepada tribunmedan.com, Senin (12/4/2021).

Dari tujuh korban tersebut, sambung dia, ada 6 keluarga yang melakukan perdamaian.

"Terus saya tanya siapa pelakunya. Ada seorang kepala sekolah dan berprofesi juga sebagai pendeta berinisial BS," beber Arist.

Dikatakan Arist, ortu dari satu orang korban telah melaporkan kasus ini ke Polda Sumut.

Menurut dia, dari 6 keluarga anak yang sudah berdamai tersebut bisa dijadikan saksi dalam laporan tersebut.

"Satu sudah melapor ke Renakta Poldasu, tapi ada dokumen yang disampaikan kepada saya. Ada 6 lagi melakukan perdamaian, saya sampaikan itu juga bisa jadi saksi. Kenapa bisa ada perdamaian kalau tidak ada persoalan," ucapnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita