PBB Sebut Pembangunan Wisata Mandalika Melanggar HAM, Istana: Kami Sedang Pelajari

PBB Sebut Pembangunan Wisata Mandalika Melanggar HAM, Istana: Kami Sedang Pelajari

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menanggapi pernyataan perwakilan PBB soal pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Mandalika atau The Mandalika, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang disebut melanggar HAM.

Menurut Fadjroel, pihaknya sedang mempelajari laporan PBB itu.

"Sedang kami pelajari," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (7/4/2021).

Diberitakan sebelumnya, Pelapor Khusus PBB untuk Kemiskinan Ekstrim dan Hak Asasi Manusia (HAM) Olivier De Schutter menilai pembangunan megaproyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Mandalika atau The Mandalika, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), melanggar HAM.

Pasalnya, pembangunan megaproyek tersebut dilakukan dengan cara menggusur dan merampas banyak tanah masyarakat setempat.

"Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghormati hak asasi manusia dan aturan hukum yang berlaku," kata Olivier De Schutter, seperti dikutip Kompas.com dari laman OHCHR, Selasa (06/04/2021).

Menurut Olivier, pembangunan megaproyek ini menggusur rumah, sungai, ladang, bahkan sejumlah tempat dan situs keagamaan.

Para petani dan nelayan terusir dari tanah mereka dan mengalami perusakan rumah, ladang, sumber air, situs budaya dan religi, karena Pemerintah Indonesia dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) mempersiapkan The Mandalika untuk menjadi "Bali Baru".

Olivier menuturkan berdasarkan laporan sumber yang dimilikinya, masyarakat yang menjadi korban penggusuran juga belum menerima kompensasi dan ganti rugi sama sekali dari pemerintah.

“Sumber yang dapat dipercaya menemukan bahwa penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi dan diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi. Terlepas dari temuan ini, ITDC belum berupaya untuk membayar kompensasi atau menyelesaikan sengketa tanah," papar Olivier.

Selain itu, para ahli juga mengkritik sejumlah perusahaan swasta dan Bank Investasi Infrastuktur Asia atau The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang mendanai proyek pembangunan yang masih berlangsung ini gagal dalam melakukan uji kelayakan.

Uji kelayakan dimaksud dalam hal mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan bagaimana mereka mengatasi dampak buruk terhadap HAM, sebagaimana diatur dalam Prinsip Panduan PBB tentang bisnis dan HAM.

Mengingat sejarah kelam pelanggaran HAM dan perampasan tanah di wilayah tersebut, AIIB dan bisnis tidak dapat berpaling dan menjalankan bisnis seperti biasa.

"Kegagalan mereka untuk mencegah dan menangani risiko pelanggaran hak asasi manusia sama saja dengan terlibat dalam pelanggaran tersebut," kata para ahli seperti dikutip dari laman yang sama. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita