Kini Megawati Rangkap Jabatan Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN

Kini Megawati Rangkap Jabatan Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memastikan lembaganya akan memiliki Dewan Pengarah yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.

Keberadaan Megawati di BRIN sebagai ex officio Dewan Pengarah di Badan Ideologi dan Pembinaan Pancasila (BPIP). Sehingga Megawati menjabat di dua lembaga tersebut.

Laksana menjelaskan siapa pun Ketua Dewan Pengarah BPIP, akan menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN, tanpa menyebutkan nama. Megawati menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). 

"Ya kalau sekarang (Bu Mega), tapi kan bukan diatur orangnya kan, tapi itu kan ex officio jabatan. Kan tidak ditulis nama," kata Laksana, Kamis (29/4).

Dia menjelaskan BRIN membutuhkan Ketua Dewan Pengarah karena pengelolaan riset di Indonesia tak lepas dari ideologi Pancasila. Agar tak keluar dari nilai Pancasila, maka Ketua Dewan Pengarah BRIN dijabat oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP.

Ia mencontohkan sejumlah perkembangan riset yang terus berkembang tiada batas seperti nuklir hingga kloning manusia. Hal inilah yang perlu dijaga agar riset tak keluar dari ideologi bangsa.

"Riset dan pengetahuan tak ada batas. bisa ke mana-mana bisa ke arah yang sama sekali beda. Bisa bikin bom nuklir, kloning manusia. Dalam konteks untuk menjaga supaya pengetahuan ini tak keluar dari ideologi Pancasila," ujarnya.

"Karena ideologi Pancasila ada norma agama dan ketuhanan, makanya ada dewan pengarah yang dalam konteks itu adalah turut menjaga dari sisi eksternal kan," jelas Laksana.

Apalagi, kata dia, setiap lembaga riset di negara lain memang memiliki komite etik, agar riset dapat diawasi. Di Indonesia, komite etik berada di Dewan Pengarah BRIN.

"Tiap riset ada komisi etik, tiap negara ada khususnya yang subjeknya manusia dan mahluk hidup. Komisi etik sangat subjektif karena berbasis tataran hukum ideologi di tiap negara. Jadi bisa jadi komisi etik di suatu negara meloloskan kloning. Tapi di Indonesia enggak mungkin. ini konteksnya makanya ex officio kepala BPIP," tandas dia. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA