Prof Hamdi Moeloek: Survei Opini Publik Tentang Kinerja Menteri Bisa Menyesatkan

Prof Hamdi Moeloek: Survei Opini Publik Tentang Kinerja Menteri Bisa Menyesatkan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Anggota Dewan Etik Persatuan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Prof Hamdi Muluk, menganggap survei opini publik tentang kinerja menteri, dapat menyesatkan karena bias popularitasnya sangat tinggi.

"Mungkin kita perlu lebih hati-hati, membaca sebuah pekerjaan ilmiah bernama survei opini publik,” ujar Prof Hamdi, Minggu (28/2).

Pihaknya menjelaskan survei opini publik biasanya menanyakan pada masyarakat luas yang sampelnya ditarik secara random, kemudian ditanya tentang kepuasan responden terhadap kementerian tertentu dan nama menterinya.

“Ini ada problem kalau di pemberitaan disimpulkan bahwa menteri ini mempunyai kinerja bagus,” katanya.

Menurut Hamdi, jika ada kepuasan dari sejumlah responden yang ditarik secara random dari populasi umum, bukan berarti secara objektif bisa ditarik kesimpulan bahwa kinerjanya paling bagus.

"Kita harus pisahkan ini. Kalau misalnya dalam pemberitaan ada framing bahwa kementerian ini kinerjanya paling bagus, itu kesimpulan yang bisa menyesatkan,” tegasnya.

Hamdi Moeloek menghargai jika ada masyarakat yang berpendapat kinerja kementerian bagus dengan secara subjektif mengaku puas.

“Orang-orang banyak merasa puas atau dimata dia bagus, padahal responden itu tidak punya pengetahuan yang memadai untuk menilai kinerja, tapi ditanyakan,” katanya.

Menurut Hamdi hal itu akan membuat bias popularitasnya akan sangat kuat dua juga menyarankan untuk yang menyangkut kinerja, seharusnya menggunakan metodologi semacam analisa kebijakan publik (public policy analysis).

“Jadi dilihat delivered-nya, outcome dan bagaiaman impact-nya, baru kita nilai kinerjanya seperti apa,” katanya.

Yang harus ditanya menurut Hamdi adalah orang-orang yang mengerti secara teknis kementerian itu.

“Jadi semacam panel expert, dari pakar-pakar yang bisa menilai secara objektif. Kumpulkanlah 100, 200, atau 300 pakar, itu akan lebih fair,” tegasnya.

Kedepannya ia berharap lembaga survei tidak lagi  hanya menggunakan survei opini publik untuk menilai kinerja kementerian(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita