Jaksa Tanya Ketum APINDO soal 'Pengusaha Rakus' di Sidang Jumhur Hidayat

Jaksa Tanya Ketum APINDO soal 'Pengusaha Rakus' di Sidang Jumhur Hidayat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani, menjadi saksi di sidang kasus hoax terkait omnibus law UU Cipta Kerja dengan terdakwa Jumhur Hidayat. 

Hariyadi ditanya jaksa soal cuitan Jumhur yang menyebut 'pengusaha rakus' dan 'bangsa kuli'.


Awalnya, jaksa menanyakan soal dua tweet Jumhur yang diduga mengandung berita bohong. Hariyadi kemudian menjawab dan menjelaskan UU Cipta Kerja tidak hanya menguntungkan pengusaha.

"Bahwa UU Cipta Kerja itu sebetulnya memberi manfaat bukan hanya untuk pengusaha tapi semua pekerja. Dalam pembahasan itu juga kita melibatkan kami perwakilan pengusaha hadir dari, KADIN dan APINDO," kata Hariyadi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Senin (22/3/2021).

Hariyadi mengatakan ada pembahasan bersama antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja sebelum UU Cipta Kerja disahkan. Menurutnya, saat itu ada pasal-pasal yang disepakati dan tidak disepakati bersama.

"Kami dalam pembahasan itu ada pasal-pasal yang disepakati dua belah pihak pekerja dan pengusaha," ujarnya.

Hariyadi kemudian ditanya soal maksud 'pengusaha rakus' dalam cuitan Jumhur. Menurutnya, tweet itu tidak spesifik menjelaskan siapa pengusaha yang dimaksud.

"Saya tidak tahu, saya bilang tidak tahu karena tidak spesifik menyebut siapa," ujar Hariyadi.

Dia menilai ada kesalahpahaman terkait UU Cipta Kerja sehingga menimbulkan protes besar-besaran. Dia mengatakan gelombang protes mulai menurun setelah UU Cipta Kerja lebih dipahami berbagai pihak.

"Ini yang saya rasa pada saat itu ada miskonsepsi tapi Alhamdulilah dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya penjelasan dari para perwakilan-perwakilan yang akhirnya bisa dipahami. Kalau melihat dalam proses setelah diundangkan karena ada gugatan ke MK dan sebagainya kemudian dari tensi penolakan itu boleh dibilang kan melandai banyak orang bilang karena lebih paham ya," ujarnya.

Selain jaksa, Jumhur sebagai terdakwa juga sempat bertanya ke Hariyadi. Jumhur mempertanyakan apakah Hariyadi sebagai pengusaha merasa terusik dengan cuitannya.

"Mungkin saya bertanya sebagai subjek, saya begini apakah pernyataan saya merasa Anda benci dengan pernyataan saya? Karena dalam BAP ini ada pendapat saudara tentang kaitannya saya, sekarang saya bertanya apakah iya pernyataan saya ini menunjukkan saya benci pada pengusaha, itu pertanyaan, apakah menimbulkan permusuhan pada pengusaha?" tanya Jumhur secara virtual.

Hariyadi mengaku dirinya tidak terusik dengan cuitan Jumhur. Cuitan yang dimaksud adalah 'UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini'. Menurutnya, pengusaha yang disebut dalam tweet itu tidak spesifik.

"Yang jelas kami tidak merasa terusik karena tidak spesifik. Tapi kalau Mas Jumhur bilang bahwa Pak Hariyadi pengusaha rakus, kan itu pencemaran, kan ini tidak. Artinya tidak spesifik menunjuk ke organisasi atau menunjuk pengusaha siapa," ujar Hariyadi.

Hariyadi juga menilai cuitan Jumhur terkait UU omnibus law Cipta Kerja sebagai hal biasa. Menurutnya, kritik itu biasa disampaikan oleh seorang tokoh perserikatan pekerja.

"Itu tentu hal biasa dan dalam pernyataan tokoh perserikatan pekerja biasa seperti itu, itu saja," ujarnya.

Sementara itu, Pengacara Jumhur, Oky Wiratama, menjelaskan tidak ada demo terkait UU omnibus law Cipta Kerja dari pihak Hariyadi. Dia menyebut tak ada demonstrasi berujung ricuh yang dipicu oleh cuitan Jumhur.

"Makanya saya tadi tanyakan. Apakah saksi itu pengusaha? Dia jawab betul. Apakah di tempat perusahaan saksi kerja ada serikat kerja? Kata dia ada. Ada aksi demo tidak terkait dengan posting-an terdakwa? Dia bilang tidak ada. Nah, harusnya kan ada unsur pelanggaran di situ. Saksi juga bilang kalau serikat pekerja yang ada di perusahaannya adalah yang tergabung dalam KSPSI yang mana klien kami Pak Jumhur adalah sebagai Wakil Ketua Umum. Tidak ada yang demo dan merasa tergugah atas posting-an Jumhur itu," ucapnya.

Sebelumnya Jumhur Hidayat didakwa menyebarkan berita bohong terkait omnibus law UU Cipta Kerja. Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu didakwa dengan Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, Jumhur didakwa menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian antarkelompok.

"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana, dalam pasal 45A ayat 2 junto pasal 28 ayat 2 UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl. Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (21/1).(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita