Bakal Tersaji El Clasico SBY Vs Jokowi Jika Jabatan Presiden Bisa Tiga Periode

Bakal Tersaji El Clasico SBY Vs Jokowi Jika Jabatan Presiden Bisa Tiga Periode

Gelora Media
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Wacana amandemen UUD Negara Republik Indonesia 1945 untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode menjadi topik hangat kekinian.

Wacana tersebut disebut-sebut untuk memberikan jabatan periode ketiga bagi Presiden Joko Widodo.

Padahal, jika ditelisik masih ada Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang juga berpeluang maju lagi di pilpres karena juga sudah menjadi kepala negara dua periode pada 2004-2014.

Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono sebagai salah satu pengusul jabatan presiden tiga periode menilai akan ada keseruan tersendiri jika amandemen terealisasi.

"Bisa el clasico SBY vs Jokowi di Pilpres 2024 kalau jabatan presiden boleh tiga periode. Seru nih," kata Arief dalam keterangannya, Minggu (14/4).

Arief mengatakan bahwa aturan masa jabatan presiden yang hanya boleh dua periode dalam Pasal 7 UUD NRI 1945 sepertinya harus ditinjau kembali.

Arief mengatakan dengan diperbolehkannya seseorang menjabat sebagai presiden untuk tiga periode yang terpilih melalui pilpres, maka akan membuka pintu bagi Jokowiuntuk maju lagi di Pilpres 2024.

"Begitu juga kans Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sangat terbuka lebar di Pilpres 2024," papar Arief.

Arief menilai jabatan maksimal dua periode tidak tepat bagi kepala negara Indonesia. Dia justru bertanya dari mana usulan masa jabatan itu.

"Kalau presiden di Indonesia bisa terpilih dua kali, artinya dua periode saja kan, itu usulan dari mana? Itu usulan abis reformasi, yang ngusulin dan yang copy paste dari mana? Dari Amerika, Pak Amien Rais?" katanya.

Penyebutan nama Amien Rais lantaran pendiri Partai Ummat tersebut menjadi salah satu politisi senior yang merespons keras usulan jabatan presiden tiga periode.

Bila benar jabatan presiden dua periode seperti yang saat ini berlaku meniru sistem pemerintahan di Amerika, Arief berpandangan hal itu tak tepat diterapkan di Indonesia karena perbedaan kultur politik.

"Kalau dua periode jiplak dari Amerika, culture politiknya Amerika beda, landscape politik Amerika beda, budaya Amerika beda. Di Amerika cuma dua partai, di sini berkarung-karung," jelasnya.

Di Indonesia, kata dia, kekuasaan presiden tidak mutlak karena ada lembaga legislatif sebagai lembaga check and balances. Oleh karenanya, jabatan maksimal dua periode tak akan terjadi single majority bagi presiden.

"Artinya presiden tidak bisa bekerja keras, setiap terpilih. Seperti Jokowi, pertama, dagangan kebo, akhirnya copat sana copot sini, konsolidasi dulu dengan parlemen. Terus dagang sapi, copat sono, copat sini kabinetnya (reshuffle), jadi enggak efektif," terang Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu.

Terlebih Indonesia merupakan negara yang cukup luas dan terbagi berpulau-pulau.

"Jadi presiden terpilih tidak bisa dijalankan dengan selesai, tapi kalau tiga periode bisa," tandasnya.(RMOL)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA