Perintah Kapolri Dijalankan: Tersangka UU ITE yang Sudah Ditahan Bisa Bebas

Perintah Kapolri Dijalankan: Tersangka UU ITE yang Sudah Ditahan Bisa Bebas

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan 2 telegram terkait penerapan UUD ITE.

Dalam surat telegram nomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 pada point CCC ringkasan 1, dan surat telegram SE/1/II-2021 pada point huruf H terdapat kesamaan isi bahwa proses hukum tidak dapat dilanjutkan bila korban dan pelaku saling memaafkan.

Lalu bagaimana dengan proses hukum untuk para pelaku yang sudah ditahan sebelum telegram dikeluarkan?

Terkait hal itu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, jika kasus masih ditangani Kepolisian dan memenuhi ketentuan telegram, dapat diterapkan terhadap pelanggar UU ITE.

Salah satu klausul dalam perintah Kapolri, tersangka kasus UU ITE yang berkaitan dengan penghinaan, fitnah, dan pencemaran nama baik, tak perlu ditahan. Walaupun korban tetap ingin membawa kasus ini ke jalur hukum.

Bahkan, untuk kasus yang baru dilaporkan, penyidik akan mengedepankan jalur damai yang ditawarkan kepada pelapor dan terlapor.

“Jika masih ditangani oleh polisi, maka petunjuk, arahan, dan perintah dalam surat telegram tersebut dilaksanakan,” kata Rusdi kepada kumparan, Selasa (23/2).

Rusdi menuturkan, surat telegram tersebut sudah sangat jelas untuk petunjuk masyarakat dan kepolisian dalam proses hukum UU ITE.

“Surat telegram itu sebagai petunjuk, arahan, dan sekaligus perintah untuk dilaksanakan,” ujar Rusdi.

Berikut ini bunyi telegram yang mengatur proses hukum dapat dihentikan bila korban dan pelaku terdapat kesepakatan:

Dalam surat telegram nomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 pada point CCC ringkasan 1 disebutkan tindak pidana pencemaran nama baik,fitnah, dan penghinaan dapat diselesaikan dengan proses restorative justice.

Hal yan sama juga disebutkan di telegram SE/1/II-2021 pada point huruf H disebutkan terhadap pihak atau korban yang mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA