PBNU Tegaskan Tak Setuju Investasi Miras, Said Aqil: Harusnya Ditekan Bukan Malah Didorong

PBNU Tegaskan Tak Setuju Investasi Miras, Said Aqil: Harusnya Ditekan Bukan Malah Didorong

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan ketidaksetujuannya terkait rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras keluar dari dari daftar negatif investasi.

Kiai Said menegaskan, kebijakan itu akan membuat investor akan berlomba-lomba membangun pabrik minuman keras.

“Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya,” tegas Kiai Said dikutip dari laman resmi PBNU, Minggu (28/2).

Kiai Said menilai, pendirian pabrik baru atau perluasan yang sudah ada, akan mendorong para pengusaha mencari konsumen minuman beralkohol yang diproduksinya demi meraih keuntungan.

“Sementara di sisi lain, masyarakat yang akan dirugikan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Kiai Said juga tidak sepakat terhadap produksi minuman beralkohol ini untuk tujuan ekspor atau untuk memenuhi konsumsi di wilayah Indonesia Timur yang permintaanya tinggi.

“Seharusnya, kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik,” jelasnya.

Kiai Said menilai alasan pendirian pabrik baru untuk memenuhi konsumsi ekspor dan Indonesia Timur, sama seperti yang dilakukan oleh para petani opium di Afganistan.

“Mereka mengaku tidak mengkonsumsi opium, tapi hanya untuk orang luar. Kan seperti itu,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI) di bawah Kemenko Perekonomian tengah merevisi Perpres Perpres No 36/2010 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Hidayat mengatakan, revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbarui kebijakan terkait investasi dengan menyesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan investasi.

” (DNI) Ya policy mengenai alkohol. Itu kalau diinsentifkan di Indonesia Timur kan tidak apa-apa. Semacam begitulah kira-kira. Dan itu karena demand-nya tinggi. Kalau misalnya wine dibuat di Bali, lalu diekspor 100%, why not?” kata Hidayat.

Dia menyatakan, apakah nantinya revisi DNI di sektor minuman beralkohol tersebut berlaku untuk industri yang melakukan perluasan atau bagi investasi baru, hal itu masih dibahas lebih lanjut. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA