Soal Kasus Raffi Ahmad, Refly Bandingkan dengan HRS: Di Petamburan Itu PSBB Transisi

Soal Kasus Raffi Ahmad, Refly Bandingkan dengan HRS: Di Petamburan Itu PSBB Transisi

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun ikut memberikan komentarnya terkait kasus pelaporan kepada artis Raffi Ahmad.

Seperti yang diketahui, Raffi Ahmad dilaporkan atas tudingan pelanggaran protokol kesehatan.

Dilansir dalam kanal YouTube pribadinya, Jumat (15/1/2021), Refly Harun justru membandingkannya dengan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS).

Menurutnya, tidak bisa dipungkiri bahwa publik akan meminta keadilan sikap dan tindakan terhadap pihak yang melanggar protokol kesehatan.

"Jadi kalau Ahok, Raffi melanggar protokol kesehatan membuat kerumunan juga ya orang akan meminta perlakuan yang sama dengan Habib Rizieq Shihab yang ditersangkakan bahkan dipenjarakan karena melanggar protokol kesehatan," ujar Refly Harun.

Sedangkan secara pribadi, Refly Harun sendiri mengaku bukan orang yang setuju dengan adanya lapor-melaporkan soal pelanggaran protokol kesehatan.

Menurutnya, hal itu berlaku baik terhadap Raffi Ahmad, Rizieq Shihab maupun pihak-pihak lain yang melanggar.

"Negara ini harusnya memanfaatkan potensi-potensi orang-orang untuk membangun bangsa," kata Refly Harun.

"Kalau dia melanggar hukum, menghasut dan lain sebagainya ya silakan saja dipermasalahkan, tetapi kalau persoalannya hanya melanggar protokol kesehatan ini menjadi masalah," jelasnya.

"Maka orang lain akan selalu membandingkan."

Terkait persoalan Habib Rizieq Shihab, Refly Harun menilai kondisinya justru saat itu lebih longgar ketimbang kasus Raffi Ahmad yang dilakukan pada masa PSBB ketat.

"Memang pada waktu kerumunan Petamburan itu sedang PSBB transisi bukan PSBB yang ditarik rem seperti saat ini," kata Refly Harun.

Terlepas dari itu, dirinya menyebut hulu dari permasalahnnya adalah ada di pemerintah itu sendiri yang dinilai kurang dalam memberikan edukasi atau sosialisasi terhadap masyarakat.

"Padahal harusnya memang di depan yang namanya petugas penanganan Covid-19 ini harus melakukan sosialisasi besar-besaran kesadaran untuk 3 M," jelasnya.

Lebih lanjut, Refly Harun kembali menegaskan bahwa soal pelanggaran protokol kesehatan tidak layak dijatuhi hukum pidana.

Terlebih pihak yang melanggar kesehatan diakui tidak hanya satu atau dua, melainkan banyak terjadi, termasuk dikatakannya pada gelaran Pilkada Serentak 2020 kemarin.

"Karena itulah yang paling mungkin adalah hukuman denda, kecuali kalau dia mengulangi perbuatannya lagi barulah perlu tindakan yang lebih kuat," terang Refly Harun.

"Denda yang lebih besar atau baru dicari perspektif pidananya," pungkasnya. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA