Penanganan Kasus Kematian 6 Pemuda Oleh Komnas HAM Jauh Dari Harapan, TP3 Tegaskan Sikap

Penanganan Kasus Kematian 6 Pemuda Oleh Komnas HAM Jauh Dari Harapan, TP3 Tegaskan Sikap

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Setelah mengamati secara cermat sikap, kebijakan, dan penanganan kasus oleh Pemerintah dan Komnas HAM, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 warga sipil (Laskar FPI) menilai masih jauh dari harapan. Bahkan justru cenderung berlawanan dengan kondisi objektif dan fakta-fakta di lapangan.

Karena itu TP3 akan melakukan advokasi hukum dan HAM berkelanjutan agar kasus pembunuhan atas 6 warga sipil (Laskar FPI) terungkap jelas dan pelakunya diadili sesuai hukum yang berlaku.



Dalam kasus ini TP3 melihat pihak kepolisian tidak konsisten. Terlihat dari keterangan Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran, pada 7 Desember 2020 yang mengatakan 6 orang laskar FPI tewas dalam baku tembak, karena melakukan penyerangan terhadap jajaran Polri yang sedang menjalankan tugas penyelidikan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS).

Namun, pada 14 Desember 2020, Polri menyatakan 2 laskar FPI tewas dalam baku tembak dan 4 lainnya ditembak karena berupaya merebut pistol petugas di dalam mobil.

"Polisi terpaksa melakukan tindakan tegas dan terukur," kata Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Andi Rian, saat itu.

Dari kompilasi infomasi yang dilakukan, TP3 menemukan fakta bahwa laskar FPI tidak memiliki senjata, tidak pernah melakukan penyerangan, dengan demikian tidak mungkin terjadi baku tembak.

"TP3 meyakini yang terjadi adalah pembunuhan dan pembantaian yang patut diduga telah direncanakan sebelumnya. Sebaliknya, TP3 menilai, apa pun alasannya, tindakan aparat polisi tersebut sudah melampaui batas dan di luar kewenangan menggunakan cara-cara kekerasan di luar prosedur hukum dan keadilan alias extrajudicial killing," demikian pernyataan sikap yang disampaikan TP3 secara tertulis kepada Redaksi, Kamis (21/1).

Lebih lanjut, TP3 juga menilai tindakan aparat polisi ini merupakan bentuk penghinaan terhadap proses hukum dan pengingkaran atas azas praduga tidak bersalah dalam pencarian keadilan. Bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, dan peraturan yang berlaku.

Karena itu TP3 mengutuk dan mengecam keras para pelaku pembunuhan, termasuk atasan dan pihak-pihak terkait. TP3 menuntut pelakunya diproses hukum secara adil dan transparan.

Sebagai pemimpin pemerintahan, TP3 juga meminta pertanggungjawaban Presiden Joko Widodo atas tindakan sewenang-wenang aparat dalam kasus pembunuhan tersebut.

Di sisi lain, dalam konferensi pers pada 8 Januari 2021, Komnas HAM menyatakan 2 mobil laskar FPI menghalang-halangi tugas polisi yang mengintai HRS, sehingga terjadi bentrok yang menyebabkan 2 laskar tewas. Sementara penembakan 4 laskar FPI lainnya dinyatakan sebagai unlawfull killing.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam saat itu mengatakan, 4 orang tersebut meninggal saat berada dalam penguasaan kepolisian.

"Maka peristiwa tersebut adalah pelanggaran HAM, karena tidak ada upaya lain untuk menghindari jatuhnya korban," ucap Anam.

Atas pernyataan tersebut, TP3 memastikan kematian 6 laskar FPI oleh aparat negara tidak sekadar pembunuhan biasa dan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM biasa, sebagaimana yang dinyatakan oleh Komnas HAM.

Sehingga TP3 menegaskan, tindakan aparat negara yang diduga melakukan pengintaian, penggalangan opini, penyerangan sistemik, penganiayaan, dan penghilangan paksa sebagian barang bukti merupakan kejahatan kemanusiaan yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat dalam bentuk Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity).

Selain itu, menurut TP3, pembunuhan 6 laskar FPI juga merupakan pelanggaran terhadap Statuta Roma dan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment yang telah diratifikasi melalui Undang Undang No 5 Tahun 1998. Karena itu proses hukumnya harus dilakukan melalui Pengadilan HAM sesuai Undang-Undang No.26 Tahun 2000.

TP3 menilai penyerangan sistematis terhadap warga sipil yaitu 6 Laskar FPI merupakan tindakan tidak manusiawi yang dengan sengaja menyebabkan penderitaan berat atau luka berat pada tubuh atau untuk kesehatan mental atau fisik.

Ada hal lain yang disesalkan TP3. Sampai saat ini, Pemerintah Republik Indonesia belum memberikan pertanggungjawaban publik atas peristiwa pembunuhan 6 Laskar FPI. Hingga kini tidak juga menyampaikan permintaan maaf atau belasungkawa kepada keluarga mereka.

"Bagi kami, ini adalah satu pengingkaran terhadap hak-hak korban dan keluarganya yang semestinya dijamin oleh negara seperti terkandung dalam UU No.13 Tahun 2006 jo UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban," tutup pernyataan sikap TP3.

Dalam keterangan yang diterima Redaksi, anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 warga sipil (Laskar FPI) ini terdiri dari sejumlah tokoh nasional.

Di antaranya Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Busyro Muqoddas, Marwan Batubara, Muhyidin Djunaedi, Firdaus Syam, hingga Abdul Chair Ramadhan. (RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita