Pembubaran FPI Libatkan Tentara, Pakar Hukum: Itu Konyol, Tidak Beradab, Makin Mundur

Pembubaran FPI Libatkan Tentara, Pakar Hukum: Itu Konyol, Tidak Beradab, Makin Mundur

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pakar Hukum Pidana Dr Muhammad Taufiq menilai pemerintah melakukan kesalahan dalam pembubaran Front Pembela Islam (FPI).

Sebagai negara yang menganut hukum positif, mestinya pembubaran ormas harus lewat persidangan.

Ironisnya, tentara ikut-ikutan melibatkan diri dalam pembubaran FPI.

"Sepertinya negara ini belajar sewenang-wenang dari kasus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Saat itu HTI tiba-tiba ditutup dan dilarang," kata M Taufik dalam kanal Bravos Radio Indonesia di YouTube.

Namun, menurut Taufik, pembubaran FPI lebih konyol karena melibatkan tentara.

Apalagi ada tentara di bawah Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang pamer kekuatan tentara di Petamburan.

"Tentara di bawah Mayjen Dudung itu tentara unik," ucapnya. 

Dia menegaskan, pembubaran suatu ormas dikatakan sah bila melewati proses pengadilan. Ini karena Indonesia menganut hukum positif maka harus lewat proses pengadilan. 

TIdak ada kata Taufik, pembubaran ormas tanpa lewat proses pengadilan. 

"Saya yakin di semua lini non-governmental organisation (NGO) yang berkaitan dengan demokrasi semuanya berpendapat sama bahwa cara negara itu tidak benar. Lebih-lebih tentara ikut masuk ke Petamburan, itu konyol, tidak beradab, dan makin mundur," serunya.

Dari analisis Taufik, keputusan pemerintah membubarkan FPI karena negara posisinya sekarang ibarat orang mau ke kamar mandi, sudah kebelet.

Ketika sudah kebelet, nalar sehatnya tidak dipakai. 

Kalau berbicara pembubaran FPI, jelasnya, ketika memberlakukan suatu peraturan, maka orang yang dikenakan peraturan itu harus dilindungi hak-haknya. 

"Jadi orang yang memberlakukan peraturan kena, yang diberlakukan juga kena," ujarnya. 

Namun, sambung Taufik, yang terjadi sekarang di era pemerintahan Jokowi, negara tidak boleh kalah melawan warga negara.

Terlebih kata Taufik, dalam pembukaan UUD 1945 sudah jelas persamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, yakni asas equality before the low.

"Makanya diaturlah Pasal 27, Pasal 28. Jadi setiap warga negara Indonesia punya hak untuk berkumpul, berserikat dan mengutamakan pendapatnya. Saya hanya mau bilang, pembubaran FPI oleh pemerintah sangat konyol," tandas M Taufik. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita