Komnas HAM: 9 Orang Tewas saat Mei 2019, Penembaknya Gak Ketemu Sampai Sekarang

Komnas HAM: 9 Orang Tewas saat Mei 2019, Penembaknya Gak Ketemu Sampai Sekarang

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyinggung penanganan pihak Kepolisian dalam mengusut pelaku penembakan misterius pada peristiwa Mei 2019 setelah pelaksanaan Pilpres 2019.

Singgungan itu disampaikan oleh Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik saat menjadi narasumber di acara diskusi bertajuk "Polisi, FPI dan HAM".

Dalam penyampaiannya, Taufan membeberkan fakta-fakta beberapa kasus yang sudah diselidiki. Namun, tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum sesuai rekomendasi yang diberikan pihaknya.

Salah satunya adalah, peristiwa Mei 2019 yang menyebabkan 10 orang meninggal dunia. Sembilan orang meninggal akibat ditembak dengan peluru tajam, satunya lagi akibat tindak kekerasan.

"Jadi 10 orang yang meninggal, 9 di Jakarta 1 di Pontianak. Itu Mei setelah pemilihan presiden itu. Kalau kita mau jujur, ada beberapa hal disitu, pertama kekerasan dari polisi, kalau pembunuhannya fakta-fakta yang kami temukan memang ada penembak misterius, yang itu gak ketemu sampai sekarang," kata Taufan, Minggu (20/12).

"Itu tentu menjadi tanggung jawab polisi untuk mencari siapa pelakunya, itu kan rekomendasi Komnas HAM," imbuhnya menekankan.

Namun, dikatakan Taufan, Komnas HAM tidak berani secara tegas menyatakan bahwa pelakunya adalah Polisi karena tidak menggunakan seragam saat kejadian.

"Dan sangat ahli, karena mampu menghindari rekaman dari CCTV sekitarnya. Yang lain-lain enggak, jadi misalnya yang rusak mobil polisi, ngambil senjata itu terekam wajahnya, sehingga dengan teknologi ketauan. Tetapi yang penembak Harun misalnya itu terekam tapi itu dari belakang, tidak terlihat mukanya," jelasnya.

Selain itu kata Taufan, pada peristiwa Mei 2019 juga terdapat pelanggaran SOP karena adanya penembakan dengan menggunakan peluru karet, kekerasan dan lainnya.

"Itu kita kategorikan juga sebagai pelanggaran HAM, 5 kasus yang paling faktual kemudian mengalami hukuman disiplin dari internal polisi. Yang ribut kemudian beberapa NJO kenapa hukumannya internal bukan hukuman pidana. Itu sejarahnya," terang Taufan.

Tak hanya itu, Taufan pun mengungkapkan adanya pengorganisasian terhadap anak muda dalam beberapa aksi demonstrasi.

"Itu harus diakui jujur. Kami menemui fakta-fakta, anak-anak remaja misalnya itu pun ikut berdemonstrasi dan terlibat dalam tawuran. Sehingga beberapa diantara mereka itu terkena peluru karet dibawa ke rumah sakit," demikian Taufan. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita