Dari Markaz Syariah ke Markas Polisi

Dari Markaz Syariah ke Markas Polisi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Shihab sudah enam hari mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Ia akan ditahan selama 20 hari, dari 12-31 Desember 2020, sebagai tersangka kasus penghasutan dan kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, di masa pandemi COVID-19. Habib Rizieq menempati sel tahanan yang sama ketika ia ditahan tahun 2008 silam.

Setelah dua kali mangkir dari panggilan sebagai saksi, Habib Rizieq langsung ditetapkan sebagai tersangka. Ia dikenai pelanggaran pasal berlapis, yaitu pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan, pasal 216 KUHP tentang melawan petugas, dan pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Bila merujuk ke pasal 160 KUHP, Habib Rizieq terancam hukuman penjara enam tahun. Pasal melawan petugas sesuai pasal 216 KUHP berisi ancaman hukuman penjara empat bulan dua minggu. Sedangkan pelanggaran kekarantinaan kesehatan dalam pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 ancaman hukumannya satu tahun penjara dan atau denda Rp 100 juta.

Dalam kasus Petamburan, awalnya Habib Rizieq dimintai keterangan sebagai saksi dan dipanggil pertama untuk datang ke Polda Metro Jaya pada 1 Desember. Namun, dia menolak datang karena tengah memulihkan kondisi kesehatannya yang menurun sehabis tiba dari Arab Saudi, 10 November 2020.


Jadi kami wajibkan lapor seminggu dua kali, Senin dan Kamis dengan membawa surat perintah penangkapan setiap hadir.”
Polisi pun melayangkan surat panggilan kedua kepada Habib Rizieq pada 7 Desember 2020. Panggilan kedua juga tak bisa datang dan disusul peristiwa penembakan yang menewaskan enam anggota Laskar FPI di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek, persisnya di wilayah Karawang, Jawa Barat, pada Senin, 7 Desember pukul 01.30 WIB.

“Jadi begini, bahwa dia menolak datang, itu awalnya panggilan pertama jadi saksi, dia itu kan masih kelelahan, tapi dalam konteks dia memang harus pemulihan, tapi tetap mengisi safari dakwah beliau. Kedua, bahwa dia akan hadir, tapi tiba-tiba ada penembakan,” ungkap kuasa hukum Habib Rizieq, Sugito Atmo Prawiro, kepada detikX, Rabu, 16 Desember 2020.

Pasca terjadinya penembakan, Habib Rizieq langsung mengumpulkan para elit FPI dan tim hukum di Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Jumat 11 Desember 2020. Hadir di antaranya Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis, Sekjen FPI Munarman, Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Muhammad Mahendradatta, Wirawan Adnan, dan Sugito.

Dalam pertemuan itu, Habib Rizieq mendiskusikan statusnya yang berubah menjadi tersangka dalam kasus Petamburan, sementara belum ada pemeriksaan sekalipun dari polisi. Pengacara mengatakan sudah bertemu dengan penyidik di Polda Metro Jaya untuk mencari jalan tengah. Namun, pihak Polda terus memberikan pernyataan simpang siur, seolah-olah Habib Rizieq takut untuk datang dan polisi akan menangkapnya.

Rembukan di Megamendung itu berlangsung cukup lama, dari pukul 17.00 WIB dan dilanjutkan selepas maghrib. Menurut Sugito, diskusi terjadi sangat alot. “Tapi, ya, santai juga lah karena kita satu tim,” imbuh Sugito.

Akhirnya Habib Rizieq memutuskan datang ke Polda Metro Jaya, sekaligus menuntut kematian enam laskar FPI. Pengumuman itu disampaikan melalui Front TV, sebelum channel video FPI itu dihapus oleh pihak YouTube. Ia rencananya akan datang ke Polda Metro Jaya pada Senin, 14 Desember 2020. Tapi kedatangannya dipercepat menjadi Sabtu, 12 Desember 2020.

“Okey, Senin, tapi simpang siur nggak karu-karuan hari Jumat (11 Desember). Daripada kita nggak karu-karuan, kita tak lari dari tanggung jawab dan sebagainya, kita putuskan untuk datang saja hari Sabtu (12 Desember),” ungkap Sugito.

Sugito keberatan kedatangan Habib Rizieq ke Mapolda Metro Jaya disebut menyerahkan diri. Karena selama ini kliennya bukan seorang buronan yang masuk daftar pencarian orang (DPO). “Dia (Habib Rizieq) bukan buronan dan DPO. Kita kan datang untuk minta di BAP (berita acara pemeriksaan), itu saja,” ucap Sugito lagi.

Dalam kasus kerumunan di Petamburan, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya, yaitu Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis, Panglima Laskar FPI Maman Suryadi, Ketua Panitia Haris Ubaidillah, Sekretaris Panitia Ali bin Alwi Alatas dan Habib Idrus. Namun, kelima orang tersebut tak ditahan. Polisi menjerat kelimanya dengan pelanggaran Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Jadi kami wajibkan lapor seminggu dua kali, Senin dan Kamis dengan membawa surat perintah penangkapan setiap hadir,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, Selasa, 15 Desember.

Habib Rizieq bukan kali ini saja mendekam di balik jeruji. Dari catatan detikX, ia dipenjara setelah dinyatakan terbukti menghasut, menebar kebencian, dan penghinaan pada pemerintah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 Agustus 2003. Habib Rizieq sebagai Ketua Umum FPI telah membuat surat ajakan gerakan antimaksiat dengan menutup dan memusnahkan tempat maksiat pada 5 Mei 2000.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menghukum Habib Rizieq selama 1,5 tahun penjara pada 30 Oktober 2008. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana kekerasan. Pada 28 Mei 2008 di Masjid Al Islah, Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Habib Rizieq menyatakan FPI akan ikut demonstrasi bersama Front Umat Islam (FUI) untuk menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan menuntut pembubaran Ahmadiyah pada 1 Juni 2008 di depan Istana Negara.

Namun, saat aksi pada Hari Kelahiran Pancasila itu, FPI dan FUI memukuli kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas, Gambir, Jakarta Pusat. AKKBB memang mendukung anti diskriminasi terhadap komunitas Ahmadiyah. Setidaknya ada 12 orang peserta AKKBB yang terluka atas penyerangan yang dilakukan FPI. Di antaranya, Direktur Eksekutif International Center for Islam and Pluralism (ICIP) Syafii Anwar, Direktur Eksekutif The Wahid Intitute Acmad Suedi dan pemimpin Pondok Pesantren Al Mizan dari Majalengka, KH Maman Imanul Haq.


Habib Rizieq memang kerap menampilkan dakwah yang dinilai terlalu keras dan tanpa kompromi. Banyak yang mendukung dan tak setuju dengan model dakwah kontroversial seperti itu. Tapi banyak juga yang tahu sebenarnya sosok ulama asal Jakarta kelahiran 1965 itu. Ia pernah memimpin relawan dalam mengevakuasi korban gempa dan tsunami Aceh, 26 Desember 2004.

“Kalau ada orang kesusahan, bantu! Jangan tanya apa agamanya,” begitu kata Habib Rizieq yang dikutip dari buku ‘Sisi Lain Habib Rizieq’ karya Fikri Muhammad terbitan tahun 2017. Dalam buku itu, Ketua Hilal Merah Indonesia (HILMI) Habib Ali memberikan kesaksian temannya, Habib Rizieq yang suka sekali)terhadap kegiatan sosial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Habib Rizieq yang di masa kecil dan remajanya dipanggil ‘Ayip’ memang tak pernah mengenyam pendidikan pesantren, tapi sekolah umum biasa. Hanya saja sejak usia remaja, Ayip ini sering mengikuti pengajian keliling. Di antaranya mengikuti majelis pengajian Al Husaini yang dilakukan Ustadz Muhsin bin Ahmad Alattas dan Ustadz Hadi Jawwas. Lalu Ayip juga berguru kepada Habib Abdullah bin Ali Al Idrus.

Habib Salim bin Umar Al Attas atau yang dikenal dengan julukan Habib Selon mengenal sosok Ayip sebagai sosok yang tertib. Seusai mengaji, Ayip biasanya pulang ke rumah, sementara teman pengajian lainnya ngayap (main) dahulu. “Dari dulu, Ayip kutu buku. Pokoknye taklim deh die…ajib,” kenang Habib Selon.

Makanya tak heran, ketika Habib Rizieq ditahan pada tahun 2003 dan 2008 kebiasaannya mengubah sel tahanan menjadi ruang baca. Di dalam selnya selalu dipenuhi buku-buku bacaannya. Hal itu juga dilakukannya saat ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya baru-baru ini. Habib Rizieq menulis tangan surat pada 14 Desember 2020 meminta hal yang sama, dibawakan buku-buku bacaannya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita