Peristiwa Tiananmen, Kala Tank Militer China Membantai Ribuan Pejuang Demokrasi

Peristiwa Tiananmen, Kala Tank Militer China Membantai Ribuan Pejuang Demokrasi

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Pada 1989, siswa di China menggelar unjuk rasa untuk memperjuangkan demokrasi dan kebebasan di jantung ibu kota, memancing dukungan dari kaum pekerja dan intelektual hingga memicu aksi protes di seluruh penjuru negara.

Setelah beberapa pekan, demonstrasi itu dilibas dengan serangan militer yang merenggut ratusan, bahkan ribuan nyawa.

Di kancah dunia, peristiwa ini masih terus diingat. Namun di China, tragedi ini ditutup-tutupi, bahkan tak pernah disebut lagi.

Untuk mengenang tragedi tersebut, AFP merangkum lima momen kunci dari peristiwa penuh gejolak tersebut.

Kematian sang reformator

Keputusasaan warga China memuncak ketika tokoh politik yang mereka anggap sebagai reformator sejati, Hu Yaobang, meninggal dunia pada 15 April.

Hu Yaobang terpilih sebagai pemimpin Partai Komunis China pada 1981, tapi kemudian diberhentikan enam tahun setelahnya karena dianggap terlalu santai menghadapi gelombang kerusuhan mahasiswa.

Hu lantas dipuja sebagai pengusung reformasi liberal. Dua hari setelah kepergiannya, warga pun frustrasi dan menggelar demonstrasi pertama di Lapangan Tiananmen.

Aksi protes menjamur

Pada 25 April, pemimpin tertinggi Deng Xiaoping menyatakan bahwa gerakan protes itu digelar sebagai upaya untuk menggulingkan Partai Komunis.

Klaim itu memicu opini yang menggegerkan di koran pemerintah, People's Daily, pada hari berikutnya. Opini yang menyulut emosi itu mendorong semakin banyak orang yang membanjiri ruas-ruas jalan di Beijing pada 27 April.

Tak lama setelah itu, China memperingati 70 tahun May Fourth Movement, protes penting melawan kolonialisme dan imperialisme yang mengguncang China pada 1919. Sepekan kemudian, protes baru pecah di Beijing dan kota-kota lain, mulai dari Shanghai hingga Xi'an.

Tiananmen Diduduki

Ratusan siswa menduduki Lapangan Tiananmen dan memulai aksi mogok makan pada 13 Mei, diikuti oleh ribuan orang lainnya pada hari-hari berikutnya.

Aksi itu disebut mengganggu kunjungan bersejarah pemimpin reformis Soviet, Mikhail Gorbachev, untuk normalisasi hubungan Sino-Soviet pada 15 Mei.

Perdana Menteri Li Peng lantas menemui aktivis mahasiswa, termasuk Wu'er Kaixi dan Wang Dan. Pertemuan itu disiarkan secara nasional pada 18 Mei. Namun saat itu, para mahasiswa tetap mencaci maki pemerintah.

Darurat militer diberlakukan

Pada 19 Mei, Ketua Partai Zhao Ziyang dalam penampilan publik terakhirnya secara emosional memohon para pemogok makan untuk meninggalkan lapangan.

Disingkirkan karena menentang penggunaan pasukan untuk membubarkan massa, Zhao kemudian dipecat dan dimasukkan ke dalam tahanan rumah selama 16 tahun sampai kematiannya.

Perdana Menteri Li, yang kemudian dijuluki "Penjagal Beijing" karena berperan dalam penumpasan berdarah, lantas mendeklarasikan darurat militer di beberapa bagian ibukota pada 20 Mei.

Namun para siswa tetap bertahan, mendirikan sebuah patung bernama "Dewi Demokrasi" yang menghadap potret Mao Zedong di dinding Forbidden City.

Penumpasan berdarah

Pada 3 Juni malam, di persimpangan Muxidi, tank menerobos barikade bus yang sengaja disiagakan untuk menghalangi mereka masuk. Tentara pun menembaki kerumunan.

Melaju dari semua sisi, pasukan mengepung Lapangan Tiananmen pada 4 Juni dini hari. Di bawah pengawasan pasukan dengan bayonet, siswa yang tersisa meninggalkan lapangan.

Sebagian besar jasad mereka yang terbunuh berserakan di jalan. Jumlah korban hingga kini masih diperdebatkan, dan pemerintah setempat tidak pernah merilis angka kematian resmi.

Namun, akademisi, saksi, dan kelompok hak asasi manusia memperkirakan tragedi itu merenggut ratusan hingga lebih dari seribu nyawa.

Pada 5 Juni, seorang pria memblokir tank dan kendaraan lapis baja yang berjajar jauh di jalan. Setelah dua menit, pria itu diamankan aparat.

Pria yang kemudian dijuluki "Tank Man" ini sempat tertangkap kamera dan potretnya menjadi salah satu gambar paling berpengaruh Abad ke-20. Namun, identitas dan nasibnya tidak pernah diketahui hingga saat ini. []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA