Intrik Suap 2 Jenderal Dalam Kantung Plastik

Intrik Suap 2 Jenderal Dalam Kantung Plastik

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Ada intrik di antara dua jenderal yang didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra. Suap yang sudah hendak sampai ke tujuannya sempat dikurangi dulu oleh jenderal yang lebih dulu melihat duit haram itu.

Intrik dua jenderal ini melibatkan sejumlah 'aktor' yang kini menjadi terdakwa kasus suap Djoko Tjandra. Berikut adalah orang-orang dalam penggalan cerita kasus ini:

1. Djoko Tjandra: Pemberi suap
2. Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Napoleon Bonaparte: Penerima suap
3. Brigjen Prasetijo Utomo: Penerima suap
4. Tommy Sumardi: Rekan Djoko Tjandra yang perantara suap


Dua jenderal yang terlibat intrik adalah Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo.


Latar belakang suap ini adalah Djoko Tjandra, seorang buron Interpol sejak 2009 dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Dia berada di Malaysia namun ingin masuk Indonesia, supaya Djoko bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya.


Namun, Djoko tidak bisa masuk Indonesia karena dirinya buron. Dia mencari cara supaya status buronnya sirna dari Interpol, sekaligus namanya terhapus dari Enhanced Cekal System (ECS) Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Untuk mengurusnya, dia mengutus Tommy Sumardi di Jakarta.

April 2020, Tommy menghubungi Brigjen Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Karo Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri. Tommy kemudian dikenalkan ke Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, untuk mendapat kepastian apakah status Djoko Tjandra masih buron atau tidak.



17 April, Tommy menemui Napoleon di ruang kerjanya. Napoleon menyatakan bisa mengurus penghilangan red notice Joko Tjandra di interpol yang bermarkas di Lyon Prancis. Syaratnya, duit Rp 3 miliar.

"3 lah ji (Rp 3 miliar)," kata Napoleon kepada Tommy di kantor Napoleon, Lantai 11 Gedng TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, kala itu.

Hal ini terungkap karena disampaikan jaksa di persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/11) kemarin.


Diminta Rp 3 miliar, kemudian Tommy memberi USD 50 ribu. Ternyata duit ini ditolak oleh Napoleon karena terlalu kecil. Jumlah duit sebagai syarat pengurusan penghapusan status buron Djoko Tjandra yang semula Rp 3 miliar naik menjadi Rp 7 miliar.

"Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, dan berkata 'petinggi kita ini'," kata Napoleon sebagaimana diungkapkan jaksa. Duit suap masih ditolak Napoleon untuk saat itu.


27 April 2020, Tommy kemudian diberi duit USD 100 ribu dari brankas Djoko Tjandra untuk diberikan ke Irjen Napoleon. Tommy ditemani Brigjen Prasetijo berangkat bareng mengantarkan duit ke USD 100 ribu ke Irjen Napoleon.



Intrik: Rebutan duit dalam kantung-kantung

Terjadi intrik antara dua jenderal ini, yakni Brigjen Prasetijo Utomo dan Brigjen Napoleon Bonaparte. Brigjen Prasetijo melihat wujud duit USD 100 ribu saat dibawa Tommy Sumardi. Prasetijo merasa duit itu banyak banget kalau sekadar untuk satu orang. Dia kemudian menyunat uang haram itu.

"Banyak banget ini ji, buat beliau? Buat gue mana?" tanya Prasetijo kepada Tommy.


Prasetijo kemudian membelah uang USD 100 ribu itu menjadi dua. Jadinya, USD 50 ribu untuk dia sendiri dan USD 50 ribu sisanya untuk Napoleon nanti. Duit untuk Napoleon dibungkus tas keras (paper bag) warna gelap.

Setibanya di lokasi, Napoleon menolak USD 50 ribu itu. Soalnya, Napoleon sudah mematok harga Rp 7 miliar.

"Ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji, soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau," kata Napoleon kepada Tommy sebagaimana tertera dalam dakwaan yang dibacakan jaksa. Akhirnya, duit USD 50 ribu itu dibawa kembali oleh Tommy dalam paper bag warna gelap, meninggalkan Gedung TNCC Mabes Polri.


28 April 2020, Tommy Sumardi kembali menemui Napoleon di Gedung TNCC Mabes Polri. Kali ini dia membawa SGD 200 ribu titipan Djoko Tjandra. Duit itu diserahkan ke Napoleon.

29 April 2020, Tommy kembali menyampaikan duit Djoko Tjandra ke Napoleon Bonaparte, kali ini USD 100.000. Duit sebanyak itu dibungkus kantong plastik warna putih. Napoleon mulai memproses kirim surat ke Ditjen Imigrasi soal data Daftar Pencarian Orang (DPO).

4 Mei 2020, Djoko Tjandra memproses duit lagi untuk Napoleon. Jumlahnya USD 150 ribu dibungkus paper bag warna putih. Pihak Napoleon berkirim surat ke Ditjen Imigrasi. Adapun isi surat tersebut pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol red notice.


5 Mei 2020, aliran uang sampai lagi dari pihak Djoko Tjandra via Tommy ke Napoleon. Jumlahnya USD 20 ribu. Napoleon kemudian membuat surat soal penghapusan nama Djoko Soegiarto Tjandra dari daftar Interpol red notices, surat ditujukan ke Ditjen Imigrasi.

Mei 2020, giliran Brigjen Prasetijo Utomo yang menagih jatahnya ke Tommy, "Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gue punya?" Kemudian, USD 50 ribu dari tangan Tommy diberikan ke Brigjen Prasetijo.

13 Mei 2020, status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra (Joko Soegiarto Tjandra) dihapus dari sistem Electronic Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.

Kemudian diketahui, Interpol Red Notice atas nama Djoko Tjandra (Joko Soegiarto Tjandra), Control No.: A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak tahun 2014 (setelah 5 tahun).



Data penghapusan red notice lantas digunakan oleh Djoko Tjandra untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada bulan Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Bila dihitung dengan kurs saat ini maka Irjen Napoleon mendapat SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar lebih, sedangkan USD 270 ribu setara dengan Rp 3,9 miliar lebih. Maka total uang suap yang disebut jaksa telah diterima Irjen Napoleon mencapai Rp 6 miliar.

Sedangkan Brigjen Prasetijo menerima USD 150 ribu secara total, atau sekitar Rp 2,1 miliar untuk kurs saat ini. Jika ditotal seluruhnya Djoko Tjandra telah memberi uang suap ke 2 jenderal itu sekitar Rp 8 miliar.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita