Perbincangan Aidit Dan Mao Zedong Sebelum Kudeta PKI

Perbincangan Aidit Dan Mao Zedong Sebelum Kudeta PKI

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Polemik Partai Komunis Indonesia (PKI) terus selalu muncul setiap penghujung bulan September. Di tahun ini polemik itu mencuat seiring pernyataan putri Bung Karno, Sukmawati Soekarnoputri yang menyebut PKI berideologi Pancasila.

Kini publik dihangatkan kembali tentang upaya kudeta dari PKI di tahun 1965. Adalah disertasi dari Taomo Zhou, sejarawan dari Nanyang Technology University, Singapura yang diungkit.

Dalam disertasi yang kemudian dibukukan lewat judul “Revolusi, Diplomasi, Diaspora: Indonesia, Tiongkok dan Etnik Tionghoa 1945-1947” itu mengungkapkan sejumlah catatan menarik pergolakan politik di Indonesia yang melibatkan PKI.

Yang paling menarik adalah mengenai upaya PKI melakukan kudeta. Taomo Zhou mencantumkan sebuah arsip-arsip sejarah yang disimpan di Beijing tentang pertemuan DN. Aidit dengan Mao Zedong dan petinggi Partai Komunis China.

Dalam pertemuan yang berlangsung 5 Agustus 1965 di China itu, Aidit menyampaikan rencana untuk melakukan kudeta.

Sebagai bukti menguatkan, Taomo Zhou menyertakan sebuah foto Mao Zedong diapit DN Aidit dan istrinya, Tanti serta anggota Politbiro PKI, Jusuf Adjitorop.

Percakapan diawali dengan pertanyaan dari Mao Zedong tenang kondisi perpolitikan di Indonesia.

“Saya rasa Sayap Kanan Indonesia bertekat merebut kekuasaan, apa kau juga ingin seperti itu?” tanyanya.

Aidit lalu mengangguk tanda mengiyakan. Dia mengatakan, jika Soekarno meninggal kondisi ini akan menjadi sebuah pertanyaan besar siapa yang akan mendapatkan kekuasaan.

Mao lantas menyarankan agar Aidit tidak terlalu sering pergi ke luar negeri.

“Anda bisa mewakilkan orang nomor dua di partai Anda untuk pergi ke luar negeri sebagai gantinya,” harap Mao.

Aidit kemudian menjelaskan bahwa Sayap Kanan akan melakukan dua kemungkinan aksi.

“Pertama, mereka dapat menyerang kami. Jika benar, kami tentu akan punya alasan menyerang balik. Kedua, mereka dapat mengadopsi metode yang lebih moderat dengan membangun pemerintahan Nasakom. Tanpa Soekarno ini akan menjadi mudah bagi mereka untuk mendapatkan dukungan dari kalangan tengah untuk mengisolasi kami. Skenaro terakhir akan sulit untuk kami,” urainya.

“Bagaimanapun kita harus menghadapinya. Amerika telah meminta dia (Nasution) untuk lebih fleksibel dibanding sebuah kudeta. Dan dia menerima saran Amerika,” sambung Aidit.

Mao menjawab, “itu tidak bisa diandalkan. Situasi saat ini telah berubah”.

Aidit lalu mengurai skenario pertamanya, yaitu berencana membentuk komite militer. Mayoritas komite, katanya, adalah Sayap Kiri tapi juga harus memasukan elemen moderat.

Dengan cara ini, kami bisa membuat bingung musuh kita. Musuh tentu tidak yakin dengan arah komite ini dan para komandan militer yang simpatik ke Sayap Kanan tidak akan langsung melawan kita,” tegasnya.

“Jika kami menunjukkan bendera merah tentu mereka akan langsung menentang kami. Itu kepala komite militer ini akan menjadi anggota bawah tanah dari partai kami, tetapi dia akan mengidentifikasi dirinya sebagai pihak netral. Komite militer ini tidak boleh bertahan lama karena orang baik akan berubah menjadi jahat. Setelah didirikan, kami perlu mempersenjatai para buruh dan petani secara tepat waktu,” sambung Aidit dalam buku Taomo Zhou itu. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita