Mahfud Bilang Ada Hoaks UU Ciptaker, Said Didu: Bapak Baca yang Mana? Draft Finalnya aja Belum Selesai

Mahfud Bilang Ada Hoaks UU Ciptaker, Said Didu: Bapak Baca yang Mana? Draft Finalnya aja Belum Selesai

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Eks Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menyentil Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang memberikan keterangan soal pasal-pasal Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

Said Didu mempertanyakan UU yang mana yang dibaca Mahfud MD mengingat draft finalnya belum selesai disusun DPR.

"Bapak baca UU yang mana? Sampai sekarang draft finalnya saja belum selesai di DPR kok," sindir Said Didu, Jumat (8/10/2020).

Ia juga mempertanyakan kebenaran keterangan yang disampaikan Mahfud MD kala menggelar konderensi pers Jumat (8/10/2020) malam itu.

"Atau yang bapak baca justru itu yang hoax?" tanya Said Didu.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyatakan adanya berita bohong atau hoaks terkait isi dari Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang beredar di tengah masyarakat.

Ia justru heran dengan kabar yang beredar terbalik dengan yang tertuang dalam UU Ciptaker.

"Ada beberapa hoaks," kata Mahfud di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2020).

Mahfud mencontohkan semisal soal pasal yang mengatur pesangon pekerja. Kabar yang beredar pesangon bakal ditiadakan.

"Itu tidak benar, pesangon ada," ujarnya.

Kemudian Mahfud juga meluruskan kalau cuti haid, cuti kehamilan dan sebagainya pun masih ada di dalam UU Ciptaker.

Lebih lanjut, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu juga menyebut adanya kabar hoaks soal rentannya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) kalau UU Ciptaker berlaku.

Ia mengatakan UU Ciptaker justu bakal mensejahterahkan masyarakat melalui pengadaan lapangan pekerjaan.

Melihat kondisi unjuk rasa menolak UU Ciptaker yang berujung kepada kerusuhan, Mahfud pun menyatakan kalau regulasi itu dibuat untuk memenuhi keluhan dari masyarakat terkait lambannya pemerintah dalam menangani proses perizinan berusaha. Hal itu disebabkan peraturan yang sudah tersedia sebelumnya tumpang tindih.

"Oleh sebab itu lalu dibuat undang-undang yang sudah dibahas lama. Di DPR itu semua sudah didengar semua, semua fraksi ikut bicara, kemudian pemerintah sudah bicara dengan semua serikat buruh, berkali-kali," ujarnya.

"Tepatnya tidak ada ada satu pemerintah di dunia yang mau menyengsarakan rakyatnya dengan membuat undang-undang yang sengaja."

Draft final belum selesai

Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menyebut draf RUU Cipta Kerja yang beredar di media sosial belum final.

Hingga kini, draf final RUU CIpta Kerja masih dalam proses perapihan. Tim melakukan pemeriksaan guna memastikan tidak ada kesalahan dalam pengetikan.

Sebagai informasi, ada tujuh partai politik di parlemen yang menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja. Mereka adalah Partai Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem, PKB, PPP dan PAN.

Sementara itu, hanya ada dua partai politik yang menolak RUU kontroversial tersebut. Dua partai tersebut adalah Partai Demokrat dan PKS.

Pengesahan UU Cipta Kerja menuai kemarahan masyarakat luas. Usai disahkan pada Senin (5/10/2020) sore, ribuan buruh di berbagai daerah langsung melakukan aksi unjuk rasa pada keesokan harinya.

Mereka meminta DPR RI dan pemerintah membatalkan pengesahan UU tersebut karena dinilai merugikan masyarakat khususnya kaum buruh. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita