Kewajiban 30 Persen Kawasan Hutan Hilang: Ditetapkan Habibie, Dihapus Jokowi

Kewajiban 30 Persen Kawasan Hutan Hilang: Ditetapkan Habibie, Dihapus Jokowi

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Kewajiban untuk mempertahankan minimal 30 persen kawasan hutan dalam UU Kehutanan dicoret lewat UU Omnibus Law Cipta Kerja. Maklumat yang ditetapkan langsung sebelumnya oleh mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie setelah reformasi, tapi kini dihapus dalam Omnibus Law yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Dalam Omnibus Law, angka 30 persen hilang dan pengaturan diserahkan kepada pemerintah pusat di tingkat yang lebih rendah dari UU, yaitu Peraturan Pemerintah (PP).

"Pemerintah pusat mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS (Daerah Aliran Sungai) dan/atau pulau," demikian tertulis dalam Pasal 36 Omnibus Law.

Lalu sebenarnya, apa tujuan awal kewajiban 30 persen kawasan hutan ini dimuat dalam UU Kehutanan dan mengapa sampai diubah di Omnibus Law, berikut kronologinya:

1. Ditetapkan Habibie

Maklumat 30 persen kawasan hutan ini tercantum dalam Pasal 18 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini diteken oleh mantan Presiden BJ Habibie pada 30 September 1999, setahun setelah mantan Presiden Soeharto tumbang.

Lima tahun kemudian, 11 Maret 2004, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri sempat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu atas UU Kehutanan ini. Perpu ini sudah ditetapkan menjadi UU Nomor 19 Tahun 2004, yang saat ini berlaku. Tapi, maklumat kewajiban 30 persen ini sama sekali tidak diganggu gugat.

2. Tujuan Awal

Tujuan dari kewajiban 30 persen ini sudah ditulis dalam bab penjelasan di UU Kehutanan. UU ini menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan intensitas hujan yang tinggi, peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, hingga sedimentasi. Maka, ditetapkanlah luas kawasan hutan dalam setiap DAS dan/atau pulau, minimal 30 persen dari luas daratan.

3. Tidak Boleh Jadi Dalih

Tidak sampai di situ, UU Kehutanan memerintahkan pemerintah menetapkan luas kawasan hutan di daerah berdasarkan sejumlah pertimbangan. Mulai dari kondisi fisik, iklim, penduduk, dan keadaan warga setempat.

Dengan pertimbangan itu, pemerintah juga tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutan, sekalipun di daerah yang memang hutannya sudah di atas 30 persen. "Luas minimal tidak boleh dijadikan dalih untuk mengkonversi hutan yang ada," demikian penegasan di UU Kehutanan.

Mengapa begitu? Ternyata kalimat ini ditulis di UU Kehutanan sebagai peringatan kewaspadaan. "Akan pentingnya hutan bagi kualitas hidup masyarakat."

Sebaliknya, bagi daerah yang luas kawasan hutannya di bawah 30 persen, maka UU Kehutanan memerintahkan agar dilakukan penambahan luas.

4. Dinilai Tidak Relevan

Tapi para penyusun Omnibus Law punya alasan lain. Alasan penghapusan kewajiban 30 persen ini tertuang dalam naskah akademik Omnibus Law halaman 1347.

"Kewajiban mempertahankan kawasan hutan minimal 30 persen ini sudah tidak relevan dengan perkembangan saat ini mengingat di Pulau Jawa sendiri, kawasan hutan sudah kurang dari 30 persen"

5. Mengikuti Kebutuhan

Oleh karena itu, naskah akademik ini menuliskan perlunya penetapan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk setiap provinsi. Sehingga tidak berpatokan pada kewajiban 30 persen ini. "Mengikuti kebutuhan masing-masing provinsi," demikian tertulis di dalamnya.

6. Sempat Ditolak Fraksi

Di dalam pembahasan, yaitu pada 23 September 2020, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) mencatat bahwa sempat terjadi penolakan oleh fraksi-fraksi di DPR. Sebagian anggota DPR meminta syarat minimal 30 persen ini tetap dipertahankan.

Tapi, Walhi dan ICEL menyebut pemerintah tetap menegaskan bahwa angka 30 persen ini tak lagi relevan karena kondisi setiap daerah yang berbeda. "Rumusan akhir tetap tidak berubah (syarat 30 persen hilang)," kata Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati dalam keterangan resmi pada Kamis, 8 Oktober 2020.

7. Resmi Hilang

Dengan demikian, hilanglah kewajiban 30 persen yang sudah ditetapkan lebih dari dua dekade ini. Dalam Pasal 18 Omnibus Law, juga telah ditambahkan satu ayat penegasan yang berbunyi:

"Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang harus dipertahankan, termasuk pada wilayah yang terdapat Proyek Strategis Nasional (PSN) diatur dengan PP"

Rabu kemarin, pemerintah sempat mengadakan konferensi pers menjelaskan soal Omnibus Law ini. Tapi dalam paparannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar sama sekali tidak menyinggung perkara hilangnya kewajiban 30 persen kawasan hutan ini.[]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA