Buruh Marah, Draf UU Cipta Kerja Beda dengan Pembahasan

Buruh Marah, Draf UU Cipta Kerja Beda dengan Pembahasan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) merasa dibohongi oleh DPR dan pemerintah terkait pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan pihaknya turut dilibatkan dalam tim yang dibentuk untuk memberikan pandangannya terkait UU Cipta Kerja. Namun, pada kenyataannya poin-poin yang termaktub dalam draf UU tersebut tidak sesuai dengan yang disepakati buruh.

“Kami masih menolak UU Cipta Kerja, karena kami kan salah satu yang ikut sepuluh hari dengan Apindo dan Kadin, pemerintah. Di situ ada kesepakatan kami kemarin ada 80 persen tentang hak-hak buruh,” kata Elly kepada wartawan saat aksi unjuk rasa, Senin (12/10). 

“Ternyata ada draf yang tidak kami dapatkan sama sekali. Itu kemarahan kami. Kami menolak itu,” ujarnya.

Pihaknya pun mendesak agar Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law tersebut. Namun, jika hal itu tidak diindahkan, maka buruh akan mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Persoalan yang ditemui oleh KSBSI di antaranya soal pengupahan, kontrak kerja, alih daya, dan pesangon para buruh yang dinilai telah diabaikan pemerintah. 

“Upah minimum itu ada. Tapi sektoral tidak ada. Jadi pak Presiden kemarin salah. Waktu beliau bilang ada UMK lagi, tapi tidak ada sektoral,” ujar dia. 

Pemberian pesangon pun, dalam draf UU Omnibus Law itu dikurangi dari aturan UU Ketenagakerjaan yang lama. Selain itu, sumber pemberian pesangon yang dari pemerintah itu dinilai membingungkan buruh. 

“Jadi 19 dari pengusaha, enam dari pemerintah. Dan dari dana BPJS. Pertanyaan kita, siapa yang membayarkan BPJS. Itu kan anggaran pengeluaran belanja negara,” kata Elly kepada awak media.

Menurut dia, pernyataan Presiden terakhir kali soal disinformasi undang-undang sapu jagat ini juga masih tidak utuh. Dia menilai bahwa ada beberapa pernyataan yang tak dielaborasi sepenuhnya oleh presiden. 

Misalnya, kata dia, penggunaan frasa ‘dan, atau’ sebagai pilihan bagi pengusaha saat melakukan penghitungan upah kepada buruh yang bekerja. Hal itu berkaitan dengan nilai inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi. 

“Ada baiknya menjelaskan pasal-pasal itu yang utuh,” ujar dia. 

“Nah, kalau serikat buruh tidak jeli melihat ini, kami bisa terjebak dengan perubahan dan ke itu bahaya banget,” katanya. 

Aksi unjuk rasa yang digelar KSBSI selesai sekitar pukul 13.30 WIB. Mereka bubar setelah tidak diizinkan aparat kepolisian melakukan unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan. 

Sekitar pukul 12.50 WIB, kerumunan buruh itu mulai melakukan konvoi dan berbalik arah dari Jalan Medan Merdeka Barat untuk nantinya membubarkan diri. 

Terlihat tiga mobil komandan buruh memimpin konvoi tersebut dan diikuti oleh ratusan buruh yang berjalan kaki ataupun yang mengendarai kendaraan bermotor roda dua. 

Saat tiba di depan Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, massa buruh kembali disekat oleh kawalan barikade aparat kepolisian dan diharuskan putar balik sehingga tak dapat mendekati Istana Negara. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita