Trump dan Jinping Perang Kata di Sidang Umum PBB, Dunia Masuki Perang Dingin Baru?

Trump dan Jinping Perang Kata di Sidang Umum PBB, Dunia Masuki Perang Dingin Baru?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menandai hari jadinya yang ke-75 sebagai tatanan global pasca-Perang Dunia Kedua, yang menciptakannya dengan fondasi yang goyah.

Multilateralisme sedang dalam kekacauan serius, seperti yang diamati oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon.

Kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump 'America First' membuat AS mengabaikan perjanjian multilateral dari perjanjian Iklim Paris hingga kesepakatan nuklir Iran, sementara China secara jelas memposisikan dirinya sebagai pendukung baru Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Tetapi pengaruh China yang meningkat datang dengan konsekuensi. Jika Beijing mencurahkan lebih banyak uang untuk mendanai badan-badan PBB seperti Organisasi Kesehatan Dunia maka negara itu akan menginginkan lebih banyak suara di PBB.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berbicara tentang hal mendasar yang dihadapi PBB - mereka yang membangun Perserikatan Bangsa-Bangsa, katanya, mengetahui nilai persatuan karena mereka telah hidup melalui perang dan pandemi sebelumnya.

Kekhawatiran tentang arti persaingan AS China bagi stabilitas global mewarnai pertemuan jarak jauh para pemimpin dunia ini.

Tidak ada yang menyamarkan urgensi nada bicara Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang dalam sambutannya yang direkam sebelumnya, mengatakan dunia tidak boleh diserahkan kepada persaingan antara China dan AS.

Rivalitas itu, yang telah membuat kedua negara bersaing dalam segala hal mulai dari perdagangan hingga teknologi, menjadi semakin sengit - dan Presiden Trump meningkatkan retorikanya, menggunakan platformnya di panggung dunia untuk mencela apa yang dia sebut sebagai virus China.

"Kita harus meminta pertanggungjawaban negara yang melepaskan wabah ini ke dunia - China," kata Trump.

"Pada hari-hari awal penyebaran virus, China mengunci perjalanan di dalam negeri, tapi mengizinkan penerbangan keluar China dan menginfeksi dunia. China mengutuk larangan perjalanan saya terhadap negara mereka, bahkan saat mereka membatalkan penerbangan domestik dan mengunci warga di rumah," tambahnya.

Dengan waktu kurang dari 40 hari lagi hingga pemilihan AS, celaan terhadap China mewarnai kampanye Trump.

Tampaknya ada upaya bersama yang sedang dilakukan untuk menangkis kritikan terhadap penanganan wabah oleh Trump dan mengalihkannya pada China, yang dikecam karena disebut pengekspor virus.

Akankah dunia bipolar dengan AS dan China bersaing untuk mendapatkan supremasi pada akhirnya akan mengarah pada konflik militer?

Sekretaris Jenderal PBB memperhatikan apa yang akan terjadi dan memperingatkan soal "perang dingin".

"Kita bergerak ke arah yang sangat berbahaya," kata Guterres.

"Dunia tidak bisa memiliki masa depan dengan dua ekonomi terbesar membelah dunia dalam Keretakan yang Besar (Great Fracture) - masing-masing dengan aturan perdagangan dan keuangannya sendiri serta kapasitas internet dan kecerdasan buatan."

"Perpecahan dalam bidang teknologi dan ekonomi berisiko berubah menjadi perpecahan geostrategis dan militer. Kita harus menghindari ini dengan segala cara."

Diskusi terbuka tentang konsekuensi dari "keretakan yang besar" ini menunjukkan betapa cepatnya dunia berubah, dan bagaimana para diplomat berjuang keras untuk mengikutinya.

Presiden China Xi Jinping menyatakan pada debat umum virtual bahwa "China tidak berniat melakukan Perang Dingin atau perang panas dengan negara mana pun."

Ia juga memperingatkan tentang risiko benturan peradaban.

"Kami akan terus mempersempit perbedaan dan menyelesaikan perselisihan dengan pihak lain melalui dialog dan negosiasi. Kami tidak akan berusaha untuk hanya mengembangkan diri atau terlibat dalam zero sum game," katanya.

Yang dimaksudnya dengan zero sum game adalah jika satu pihak menang, pihak lainnya harus kalah.

Pemerintahan Donald Trump telah meningkatkan ketegangan dengan China, ke titik di mana spekulasi tentang ke mana semua ini mengarah.

Seorang diplomat berpengalaman mengatakan kepada saya pada hari Selasa bahwa debat umum di PBB selalu dipandang sebagai kekacauan kreatif.

Ketika para pemimpin dunia berkumpul dan bertemu secara pribadi, diplomasi nyata telah dilakukan.

Sekarang, yang terlihat hanya kekacauan, katanya dengan sedih.

Ia bertanya secara retoris siapa yang bertanggung jawab dan pemimpin dunia mana yang memiliki lebih dari sekedar kepentingan pribadi yang sempit.

Pandemi telah mengeksploitasi ketidakadilan dunia, kata Sekretaris Jenderal PBB.

Orang-orang terluka, planet kita terbakar, katanya, dan dia memohon para pemimpin dunia untuk melihat COVID-19 sebagai momen untuk menghadapi tantangan di depan.

Namun, dalam waktu satu jam setelah Guterres mengatakan solidaritas adalah untuk kepentingan pribadi, Presiden Trump menyatakan semua pemimpin dunia harus mengikuti teladannya untuk mengutamakan negara sendiri.

Jika dia terpilih kembali, unilateralismenya akan menjadi lebih jelas, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mungkin akan semakin terpinggirkan oleh Washington.

Akankah komitmen AS terhadap NATO juga melemah? Seandainya Joe Biden terpilih sebagai presiden, ketegangan antara Washington dan Beijing mungkin akan berkurang, tetapi persaingan fundamental AS dan China akan tetap ada.

Dunia sedang menyesuaikan diri, dan pertanyaannya sekarang adalah bagaimana tatanan multilateral lama ini bisa beradaptasi - dan siapa yang akan memimpinnya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita